Terkait Kasus Dugaan Korupsi e-KTP

Golkar Merugi Lindungi Setnov

Golkar Merugi Lindungi Setnov
JAKARTA (riaumandiri.co)-Langkah Partai Golkar yang dinilai melindungi Ketua Umumnya Setya Novanto, dalam kasus dugaan korupsi KTP Elektronik atau e-KTP, dinilai akan merugikan partai itu sendiri. Khususnya terkait suara partai pada Pemilu legislatif 2019 mendatang. "Kalau bicara itu, sudah jelas merugikan betul," kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, 
 
seusai diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (19/3). Sebelumnya, sinyal melindungi Setya Novanto terkesan dalam pernyataan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham. Idrus mengatakan bahwa kasus e-KTP tak akan dibahas pada forum Rapat Pimpinan Nasional yang akan digelar dalam waktu dekat. Sejumlah tokoh senior partai dan pengurus partai juga kompak menegaskan bahwa Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) tak akan diselenggarakan.
 
Meski dianggap akan merugikan partai, namun Lucius mengatakan hal tersebut sudah bukan hal baru bagi Golkar yang sejak dulu kerap memelihara kader-kadernya, termasuk yang terjerat kasus korupsi.
 
"Apalagi Golkar menunjukkan betul sisi pragmatisme politiknya. Siapa yang memiliki harta terbanyak, dialah yang berhak atas kursi tertinggi parpol," ucap Lucius.
 
Hal itulah yang menurut Lucius membuat Golkar tetap mempertahankan Novanto meski dengan permasalahan yang melekat pada Ketua DPR RI itu. Sekalipun, risikonya adalah membuat partai terjungkal. "Risikonya kan hanya suaranya turun. Tapi Novanto tetap aman sebagai ketua," tuturnya.
 
Meski begitu, tidak mustahil Novanto dijatuhkan dari kursi ketua umum partai. Lucius mencontohkan kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto 2015 lalu.
 
Kasus dugaan pelanggaran etik tersebut bergulir di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Kuatnya desakan publik untuk memproses kasus tersebut berujung pada mundurnya Novanto sebagai Ketua DPR RI.
 
Tak menutup kemungkinan hal yang sama dapat terulang. Terlebih, kembalinya Novanto ke kursi Ketua DPR RI juga menuai pro dan kontra di masyarakat.
 
Hanya saja, kata Lucius, saat itu publik bak terhipnotis oleh sumbangan kekuatan Novanto untuk mendukung Presiden Joko Widodo. Sehingga, publik seolah memaafkan begitu saja kembalinya Novanto ke DPR meski ada sejumlah persoalan di balik itu.
 
Ada Utang 
Masih terkait kasus e-KTP, mantan direktur tindak pidana korupsi Kejaksaan Agung, Chairul Imam menilai, KPK memiliki utang untuk menetapkan tersangka nama-nama pejabat yang tercantum dalam surat dakwaan jaksa di pengadilan. 
 
Chairul Umam menilai, KPK memang tergolong berani dengan menyebutkan nama dalam surat dakwaan kasus e-KTP tersebut. "Kalau KPK sudah berani menyebutkan nama-nama dan tidak terbukti. Itu utang KPK untuk menjadikan mereka tersangka," ujarnya.
 
Menurut Chairul, utang untuk menetapkan tersangka nama-nama dalam dakwaan itu memang menjadi resiko pekerjaan KPK. Sekalipun KPK mendapat serangan balik karena penyebutan nama tersebut, tetap tidak bisa dipungkiri bahwa itu termasuk resikonya. "Seperti barang hilang, resiko penumpang," kata dia.
 
Namun, jika memang nantinya tidak bisa dibuktikan di persidangan, itu artinya KPK juga harus memulihkan nama baik orang-orang yang disebut dalam dakwaan. Meski begitu, Chairul yakin KPK tentu tidak bermain-main saat menyebutkan nama-nama pihak yang terlibat. Terlebih, persidangan kasus tersebut diperkirakan berlangsung lama.
 
Karena selain indikasi kerugian negara yang jumlahnya fantastis, juga banyak saksi yang dihadirkan di sidang. "Saya kira kasus ini akan lama, kalau bisa selesai sampai dua tahun itu prestasi. Melihat besarnya uang, nama-namanya, dan saksi yang banyak sekali. Akan panjang ceritanya," kata dia. (kom, rol, ral, sis)