Hakim Tegur Saksi Selalu Lirik Ahok
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, kembali digelar Selasa (14/3). Dalam sidang kemarin, hakim menegur Suyanto, salah seorang sopir Ahok di Bangka Belitung.
Hal itu terkait sikapnya yang selalu melirik Ahok saat memberikan keterangan di persidangan. Suyanto merupakan saksi fakta kedua yang dihadirkan kuasa hukum Ahok.
Setelah disumpah oleh majelis hakim, Suyanto memberikan kesaksian berupa cerita ihwal kesehariannya bersama mantan bupati Belitung Timur itu. Menurut penuturan Suyanto, sebagai atasan Ahok sangat perhatian kepada dirinya, bahkan Ahok selalu mengingatkan dirinya untuk menjalankan ibadah.
"Pak Basuki bilang waktu itu 'Sudah kamu shalat dulu, saya tunggu di mobil'," kata Suyanto.
Selama memberikan kesaksian, Suyanto menunjukkan sikap yang janggal, yakni selalu melihat ke arah tempat duduk terdakwa yang berada di sisi sebelah kanan dirinya. Melihat sikap Suyanto, Ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarso beberapa kali menegur Suyanto.
Awalnya, sikap canggung Suyanto ditegur majelis hakim, saat Dwiyarso menanyakan dari mana Suyanto bisa mengetahui kasus yang menjerat atasannya tersebut. Suyanto langsung menjawab mengetahuinya dari berita di televisi.
"Saya tahu dari televisi, Pak Basuki dituduh menghina al-Maidah (ayat) 51, tapi saya tidak tahu kejadiannya di mana," ujarnya. Setelah menjawab pertanyaan majelis hakim, Suyanto kemudian menengok ke arah Ahok. Sontak, hakim pun langsung menegurnya.
"Anda sudah disumpah, tidak boleh bohong saudara, tidak usah takut. Eh (saksi) jangan lihat sana terus, takut saudara?" tanya Dwiarso.
Dwiarso pun menanyakan apakah Suyanto pernah ditegur dan dimarahi saat bekerja bersama pejawat itu. "Saya tidak pernah dimarahin, karena kalau jam tujuh disuruh datang, saya setengah tujuh sudah datang," kata Suyanto.
Setelah menjawab pertanyaan tersebut, lelaki 45 tahun itu kembali menengok ke arah Ahok. "Jangan lihat ke sana terus, takut saudara? tidak pernah dimarahin kan?" kata Dwiarso.
Dalam sesi tanya jawab dengan penasihat hukum Ahok, Suyanto menyebut selebaran soal surat Al Maidah 51 sudah muncul saat Ahok maju dalam pilkada di Belitung Timur.
Suyanto mengetahui ada selebaran tersebut saat berada di warung kopi. Selebaran itu menjadi buah bibir di kalangan teman-temannya. "Kita kan tiap pagi nongkrong di warung kopi. Saya mendengar dari teman-teman," ujarnya.
Selain Suyanto pihak Ahok juga menghadirkan saksi meringankan Juhri. Mantan Ketua Panwaslu Kabupaten Belitung Timur itu bicara mengenai ceramah Gus Dur soal memilih pemimpin nonmuslim.
"Saya mendengar sewaktu almarhum Gus Dur hadir dalam kampanye. Kebetulan sebagai anggota panwas, Saya hadir. Gus Dur menyampaikan kita boleh memilih pemimpin non muslim," kata Juhri.
Sementara itu, ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ali Mukartono, menilai kesaksian Juhri tidak konsisten. Menurut dia, terkait selebaran jelang Pilkada Bangka Belitung 2007, ada yang tidak konsisten dari pernyataan saksi.
"Saat ditanya hakim, saksi mengatakan bahwa temuan selebaran tersebut tidak ada tindak lanjut dan konfirmasi," kata Ali.
Juhri yang saat itu menjabat Ketua Panwas Kabupaten Belitung menyatakan, selebaran itu sudah dilaporkan kepada Panwas Provinsi dengan dugaan adanya pelanggaran pidana. "Berdasarkan hasil rapat pleno kami, bahwa selebaran itu harus diteruskan ke Panwas Provinsi terkait administrasi dan dugaan pidananya," kata Juhri.
Lebih lanjut, Ali pun menanyakan kepada saksi Juhri apakah pelanggaran tersebut sudah dilaporkan ke pengadilan. "Belum," jawab Juhri.
Atas dasar itu, Ali menyatakan adanya ketidakkonsistenan karena di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Juhri terdapat pertanyaan apakah Panwaslu menindaklanjuti pelangaran tersebut.
"Dijawab telah dilaporkan Panwas Kabupaten ke Panwas Provinsi dan terhadap pelanggaran tersebut sudah diproses. Namun, berdasarkan kajian Panwas Provinsi disebutkan hasil dari laporan tersebut belum ada pelanggaran pidana. Jadi, mana yang benar?," kata Ali.
Juhri menyatakan, dalam rapat pleno itu, Panwas Kabupaten menghimpun semua laporan pelanggaran yang masuk termasuk dari tim sukses Ahok-Eko Cahyono. "Kemudian setelah kami bawa ke pihak kepolisian ternyata hasilnya tidak ada dugaan pidana, jadi di BAP itu salah," ucap Juhri. (bbs, rol, dtc, sis)