Memanfaatkan Investasi Petrodolar Raja Arab
RIAUMANDIRI.co - Kunjungan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al Saud beserta rombongan sebanyak 1.500 orang memunculkan berbagai macam rumor hangat di berbagai media sosial dan televisi.
Lawatan Raja Salman menandai 47 tahun kunjungan resmi yang kedua raja Arab setelah Raja Faisal pada 1970. Sebagai salah satu negara petro dollar makmur, kunjungan Raja Arab Saudi tersebut diharapkan membawa peluang positif terutama di bidang investasi ekonomi, keagamaan (kuota haji) dan kerjasama lainnya.
Arab Saudi merupakan produsen minyak bumi terbesar dunia di mana memegang 18 persen perminyakan dunia dan menjadi salah satu negara petrodollar di Timur Tengah di samping Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab (UEA) dan Oman. Produk Domestik Bruto (PDB)-nya pada 2016 diperkirakan mencapai US$1.679 miliar dengan pendapatan per kapita US$55.400 bandingkan dengan pendapatan per kapita Indonesia yang berada di kisaran US$4.000. Ekonomi negara tersebut ditopang oleh sektor pertanian, industri dan jasa. Yang paling menonjol adalah industri minyak dan gas serta sektor jasa wisata religi berupa ibadah haji dan umroh.
Jumlah penduduk yang relatif sedikit yaitu 32 juta jiwa, memungkinkan Arab Saudi memanfaatkan dana hasil produksi minyak untuk pembangunan secara masif di berbagai bidang di dalam negeri dan investasi luar negeri, salah satunya lewat pembelian surat utang negara lain.
Bank Sentral Arab Saudi mencatat kepemilikan surat utang luar negeri Arab Saudi per Maret 2015 mencapai US$587 miliar. Maka tidak mengejutkan bila Departemen Keuangan Amerika Serikat pada Mei 2016 silam merilis bahwa Amerika Serikat berutang ke Arab Saudi sebesar US$116,8 miliar dan menjadikan Arab Saudi negara pemegang utang luar negeri Amerika Serikat terbesar nomor 13 di dunia (cnnindonesia.com).
Memanfaatkan Peluang
Tidak ada yang menyangkal negara Arab Saudi adalah negara makmur dan kaya raya. Meskipun anjloknya harga minyak dunia turut memunculkan isu bahwa ekonomi negara tersebut goncang dan mulai bergegas mendiversifikasi ekonominya, tidak melulu ke minyak.
Rumor kunjungan Raja Salman membawa investasi US$25 miliar atau setara Rp334 triliun memang terdengar cukup spektakuler menyilaukan mata. Betapa tidak, di saat pemerintah RI haus dana buat pembangunan infrastruktur, di situ pula rezeki nomplok investasi luar negeri datang.
Nilai investasi Arab Saudi ke Indonesia selama ini sangat kecil, berdasarkan data dari Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) nilai investasi Arab Saudi ke Indonesia hanya US$900 ribu atau setara Rp11 miliar di 44 proyek.
Meskipun demikian, kerjasama ekonomi semakin meningkat pesat, salah satunya kesepakatan kontrak investasi perusahaan patungan antara PT Pertamina dan Saudi Aramco senilai US$5 miliar atau sekitar Rp68 triliun di mana Saudi Aramco memegang saham 45 persen dengan tujuan modernisasi dan peningkatan produksi kilang minyak di Dumai, Cilacap dan Balongan.
Di bidang ekspor impor, pada 2014 nilai perdagangan kedua negara mencapai US$8,6 miliar. Di bidang wisata religi khususnya haji, pada 2017 kuota haji Indonesia ke tanah suci sebanyak 221 ribu orang.
Banyak peluang bisa digali dengan mempererat kemitraan dengan Arab Saudi. Pertama, investasi modal untuk pembangunan infrastruktur Indonesia. Meskipun masih isu, investasi senilai US$25 miliar bukanlah sedikit.
Kedua, pariwisata. Indonesia butuh kuota besar jamaah haji. Terbatasnya kuota menyebabkan jamaah haji ada yang mendapat daftar tunggu antara 5 tahun sampai 15 tahun. Rencana Arab Saudi meningkatkan 30 juta jamaah haji pada 2030 untuk meningkatkan pendapatan ekonomi dari sektor wisata religi, menjadi kabar gembira bagi Indonesia di mana jamaah haji membludak tiap tahun dan harus daftar tunggu bertahun-tahun. Di saat yang sama, wisatawan Arab Saudi memiliki alternatif tujuan wisata halal di Indonesia misalnya di Lombok, Sumatera Barat dan Aceh.
Ketiga, memperkuat kemitraan berbasis historis. Sejak zaman Belanda, ulama-ulama Arab Saudi memberikan banyak inspirasi kepada jamaah haji Indonesia untuk gigih berjuang meraih kemerdekaan. Saking takutnya Belanda sampai menugaskan Snouck Hurgronje menyematkan gelar haji kepada jamaah haji yang tiba di tanah air agar mudah ditandai, diawasi dan meminimalisir perlawanan rakyat yang dimotori oleh para jamaah haji yang baru kembali dari Mekkah. Kemitraan histrois tersebut bisa menjadi modal kuat agar kerjasama di berbagai bidang semakin kokoh.
Keempat, Timur Tengah bergolak dan menumpahkan darah di Suriah, Palestina, Irak dan Yaman. Arab Saudi adalah negara besar teluk yang dipandang representasi Islam Sunni, sementara Iran representasi Syiah.
Kedua negara ini kerap bertikai baik secara terbuka maupun tersembunyi seperti di Yaman, Irak dan Suriah. Indonesia bisa hadir menjadi penengah netral karena berposisi negara Islam terbesar dunia.
Kelima, jaminan hak-hak dan perlindungan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sana. Ini menjadi isu yang kerap muncul seperti kekerasan fisik dan seksual majikan, gaji tidak dibayar, human trafficking, dan lain-lain.
Penutup
Kunjungan Raja Salman untuk sepekan ini menjadi sorotan. Kemewahan, glamor dan tampilan super wah rombongannya bisa jadi menjadi poin yang mengubah stigma buruk terkait Arab Saudi yang selama ini dipandang kolot, wahabi dan terbelakang.
Namun, apapun itu, kita berharap kunjungan Raja Salman mempererat kerjasama antar dua negara, memperkokoh silaturahmi, dan memberi dampak positif di berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, keagamaan, pendidikan dan politik. ***(sumber : analisadaily.com)
Penulis alumnus UMSU