Super Bowl: Antara Tradisi, Bisnis, dan Globalisasi
New York (RIAUMANDIRI.co) -- Hari Minggu pertama bulan Februari selalu jadi hari yang tak biasa bagi penduduk Amerika Serikat kebanyakan. Termasuk di kota New York, tempat saya menempuh pendidikan saat ini. Kepadatan jalanan berkurang karena saat itu mayoritas masyarakat Negeri Paman Sam terpaku di depan televisi, menyaksikan laga Super Bowl.
Ya, pada hari Super Bowl, atau partai final NFL, hampir semua aktivitas terpusat pada acara ini, menunjukkan betapa besar daya tarik American Football bagi masyarakat AS. Bar-bar di seluruh kota dipenuhi bukan hanya oleh penggemar dari kedua tim, namun juga penggemar American Football secara umum.
Bisa dikatakan Super Bowl telah menjadi semacam tradisi bagi masyarakat AS. Lebih dari sekadar pertandingan olahraga, Super Bowl telah menjadi hiburan dengan acara jeda babak yang melibatkan musisi ternama. Salah satunya Lady Gaga yang mengisi acara hiburan jeda babak Super Bowl edisi ke-51 antara Atlanta Falcons melawan New England Patriots, Minggu (5/2) ini.
Selain itu, berbagai iklan dari merek dan produk ternama serta cuplikan film-film layar lebar yang akan segera dirilis turut menghiasi siaran Super Bowl di layar kaca.
“Iklan-iklannya lain dari pada yang biasa saya tonton, apalagi banyak trailler film yang akan dirilis. Tapi, surprisingly, ada juga beberapa iklan berbau politik, misalnya ada iklan yang berpesan untuk saling toleransi antara satu sama lain. Mungkin ini dimaksudkan untuk kebijakan Presiden Amerika yang kontroversial belakangan ini ya.” ujar Amelia, mahasiswi salah satu universitas di New York.
Nuansa politik di beberapa iklan itu tak mempengaruhi kemeriahan Super Bowl kali ini. Berlangsung di Stadion NRG, Houston, Patriots yang tampil di Super Bowl ke-9 mereka, berhasil menundukkan Falcons 34-28 meski sempat tertinggal 19 angka di akhir babak pertama. Kemenangan dramatis Patriots ini sekaligus menjadi penutup rangkaian pertandingan NFL musim 2016.(cnn/vio)