Himarohu Jakarta Desak MA Tuntaskan Kasus Basri
JAKARTA (HR)-Himpunan Mahasiswa Rokan Hulu Jakarta melakukan aksi damai di depan Gedung Mahkamah Agung Republic Indonesia terkait kasus penggelapan dana masyarakat tambusai di Kabupaten Rokan Hulu, Jumat (20/2). Dalam aksinya organisasi mahasiswa yang berkedudukan di Jakarta ini meminta MA mengusut tuntas dan mengadili Basri sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kasus ini bermula saat Basri Lubis ditetapkan sebagai terpidana oleh Majelis Hakim PN Pasir Pengarayan dan terbukti melanggar pasal 374 KUHP Jo pasal 64 (1) dengan hukuman kurungan penjara 3 tahun dan denda sebesar Rp200 juta dalam kasus penggelapan dana Kelompok Tani Siaga Makmur desa Tambusai Timur sebesar Rp7,2 miliar.
Saat proses banding di Pengadilan Tinggi Riau, Basri dinyatakan bebas dari hukuman karena hakim Pengadilan Tinggi Riau yang diketuai oleh Dwi Prasetiato menilai, kasus ini bukan merupakan kasus pidana melainkan kasus perdata.
Asdi Nover selaku Koordinator Aksi Himarohu Jakarta mengatakan, dengan bukti kuat dan pengakuan oleh tersangka pada saat sidang di Pengadilan Negeri Pasir Pengarayan, sangat mengejutkan putusan tersebut berubah 180 derajat.
"Tidak sia-sia banding dilayangkannya. Tentunya banyak yang bertanya-tanya dengan putusan tersebut, bahkan banyak spekulasi-spekulasi yang timbul setelah putusan tersebut diputuskan," sebutnya.
Bahkan, lanjutnya, jumlah dana petani yang digelapkan Basri Lubis mencapai miliaran rupiah hasil perkebunan kelapa sawit dari 1.273,38 hektare selama 13 bulan terhitung sejak juni 2011 sampai Juli 2012 dipergunakan untuk keperluan pribadinya. Begitulah ungkapan Basri Lubis disidang kasusnya PN Pasir Pengaraian Februari 2014 lalu.
Setara dengan jumlah koruptor-koruptor kelas kakap. Jabatanya sebagai Ketua Umum dari 39 kelompok tani tersebut dimanfaatnya sebagai ajang memperkaya hartanya dengan cara yang salah. Sebanyak 276 dari 1.028 anggota kelompok tani yang menjadi korban nafsu bejad BL.
Togos Gopas sebagai bapak angkat Kelompok Tani Siaga Makmur diwakili Sihar Sitorus dan Ketua Umum Kelompok Tani Basri Lubis menandatangani perjanjian kerja sama Perkebunan Inti Rakyat pada tahun 2002. Pada tahun 2006 masyarakat menerima hasil panen kebun kelapa sawit dengan ketentuan 40 persen untuk kelompok tani dan 60 persen untuk bapak angkat PT Togos Gopas.
Upah dari BL dengan jabatannya sebesar 20 persen dari hasil bersih keseluruhan PIR. Bukan main tentunya jumlah gaji dari jabatan sebagai Ketua Umum Kelompok Tani, itu pun baginya masih kurang. Hasil Audit data hasil panen PT Togos Gopas telah memberikan Rp7.256.331.461,33 Kepada BL selama 13 bulan berturut- turut. Akan tetapi BL tidak memberikan hak anggota kelompok tani yang menjadi korban tersebut.
Hasil Putusan yang berbeda dari PN Pasirpengaraian dan Pengadilan Tinggi Riau telah diangkat ke Mahkamah Agung. Putusan No 71/PID.B/2014/PTR dianggap sangat keliru telah membatalkan putusan PNPSP No 442/Pid.B/2013/PNPSP oleh petani menjadi korban tersebut.
Asdi mengungkapkan, fakta di persidangan di PN Pasir Pengaraian sangat jelas dipaparkan, tindakan Basri merupakan tindak pidana dan akhirnya divonis 3 tahun penjara. Selanjutnya hasil banding di Pengadilan Tinggi Riau membenarkan apa yang telah dilakukan Basri, namun bukan merupakan tindak pidana melainkan kasus perdata.
"Hakim memerintahkan agar Basri dibebaskan. Di sini jelas terlihat bahwa ada kerjanggalan dalam proses banding di Pengadilan Tinggi Riau tersebut. Setelah vonis bebas Basri, JPU mengajukan banding ke MA, namun sampai sekarang kasus tersebut belum disidangkan dan terkesan dibiarkan begitu saja," ujar Asdi Nover, Sabtu (21/2).
Usut
Oleh karena itu, Himarohu Jakarta meminta MA mengusut tuntas dan mengadili Basri sesuai dengan hukum yang berlaku. Basri dinilai dan terbukti melakukan penggelapan dana masyarakat, pemalsuan tanda tangan, penipuan, menyuap dan melakukan tindak perbuatan tidak menyenangkan yang berakibat kerugian materil terhadap Kelompok Tani Siaga Makmur.(rio)