Membendung Radikalisme dan Mempertahankan Keutuhan NKRI
(riaumandiri.co)-Berbicara kapitalisme harus mengetahui apa itu ideologi. Ideologi adalah sebagai dasar, di setiap tindakan yang harus mempunyai idologis. Radikal merupakan ciri pertama merubah pemikiran manusia mengenai apa yang difikirkan, contoh seperti pemikiran atau perkataan yang menyatakan bahwa Nabi Muhamad SAW bukan Nabi atau Rasul dari umat muslim, itulah yang disebut radikal yang revolusioner.
Radikal itu bisa dimaknai ada yang negatif dan positif, akan tetapi sekarang banyak yang menilai radikal itu semuanya negatif, pemikiran yang dikatakan radikalisme apabila dapat merubah sesuatu secara menyeluruh.
Sekarang ini radikal itu diarahkan kepada orang-orang yang keliru, sebagai contoh di Indonesia mereka mengatakan bahwa pembunuh, pemerkosa, pencuri adalah orang-orang yang beragama muslim kenapa mereka mengatakan begitu karena di Indonesia mayoritas penduduk adalah yang beragama Muslim. Bagaimana kalau dilihat di Negara India apakah orang-orang yang beragama mulim pelakunya? Jawabanya bukan, karena di India bukan mayoritas dari agama orang-orang muslim. Di dalam Buku AM Hendropriyono menyatakan radikalisme ini ada di setiap agama. Radikalisme itu adalah merubah struktur secara menyeluruh.
Dalam teori lain menyatakan bahwa Tuhan terbagi menjadi empat perspektif yaitu Autoritarian God yang disebut sebagai Tuhan yang Otoriter, Benevolent God yang disebut Tuhan yang sangat baik, Distant God mereka menyebutnya sebagai Tuhan yang apabila dibutuhkan datang dan apabila tidak dia tidak mempunyai arti, dan Eritical God adalah Tuhan yang mereka sebut sebagai Tuhan yang suka membenci manusia atau penyebab bencana yang terjadi di dunia. Jadi radikalisme itu muncul akibat pemikiran, terutama pemikiran yang negatif.
Ada ideologi yang termasuk radikal seperti komunisme, sementara pemikiran yang lain tidak ada yang mendasari, termasuk radikalisme tidak ada yang mendasari. Orang-orang yang radikal itu ada, akan tetapi negara yang radikal itu belum ada. Contoh orang-orang yang menggebom itulah yang dimaksud sifat radikal untuk menghancurkan suatu negara.
Adrianus Meliala menilai bahwa saat ini para pemuda yang ingin belajar paham radikal yang mengarah ke terorisme, tidak lagi belajar dari guru jasmaniah, melainkan melalui internet dan media massa sebagai sumber pembelajaran soal paham radikal.Menurut Al Chaidar mengungkapkan bahwa sekelompok “teroris” ada yang memanfaatkan media massa sebagai penerangan kelompoknya terhadap publik. kelompok teroris, seperti Jamaah Islamiah atau Negara Islam Indonesia (NII) memiliki beberapa karakter dalam pergerakannya. Beberapa kelompok lebih memilih menghindar dari media dan tidak memerlukan penjelasan apapun atas tindakan pengeboman terhadap publik, karena jamaah tersebut menganggap apa yang dilakukannya tidak perlu komentar atau kritikan publik. Mereka fokus terhadap tindakannya, karena mereka meyakini hal tersebut sudah benar menurut Al Quran, dan tidak perlu ada lagi campur tangan dari orang lain mengenai tindakannya tersebut. Adapun jamaah tahmid, lebih cenderung dan memilih untuk memanfaatkan dan “berteman” dengan media massa, salah satu buktinya dulu mereka pernah membuat majalah Al Ikhwan.
Radikal itu akan menjadi berbahaya jikalau ada unsur-unsur yang berbahaya atau yang memusnahkan. Islam di Indonesia ini terbagi oleh beberapa organisasi-organsasi yang mengatasnamakan kebenaran mereka masing-masing, dan di Indonesia juga ada yang namanya Islam tua yang terletak di Sulawesi Utara yaitu di Sanger.
Gerakan-gerakan terorisme ini sudah dicegah oleh pemerintah, akan tetapi mereka mempunyai trik atau strategi mereka, seperti berpura-pura melakukan ceramah-ceramah di masjid-masjid setelah itu mereka mulai bergerak perlahan-lahan untuk merekrut pasukan terorisme. Mereka juga mengatakan bahwa gerakan ini adalah gerakan untuk membelah islam. Sampel peristiwa terpecahnya umat muslim bukan hanya terjadi di zaman sekarang akan tetapi sudah terjadi sejak zaman khalifa Rosidin padahal di zaman ini masih sanggat begitu gemilang di karnakan masa ini adalah masa kemajuan umat muslim dari berbagai aspek.
Akhir-akhir ini radikalisme mulai berdatangan, contohnya dalam kasus Ahok, sebetulnya kejadiannya simpel akan tetapi di berat-beratkan oleh urusan politik, bahkan telah ditunggangi dengan beragam proxy-war. Dalam kasus Ahok, sangat kental adanya unsur ketidaksukaan atas Ahok ini, berdasarkan kepentingan nafsu, sehingga mempengaruhi dinamika sosial di Jakarta.
Kelompok teroris tidak hanya menista agama akan tetapi mereka membuat kehancuran dimana-mana maka inilah yang di sebut sebagai radikalisme. Akan tetapi kelompok-kelompok radikal ini akan lebih berbahaya dari pada teroris. Di Islam sendiri radikalisme itu muncul dari kaum Khawarij yang menimbulkan radikalisme hingga sekarang, dikarenakan ada tindakan-tindakan mengkafirkan manusia ataupun sesama umat muslim.
Menurut Kaplan (1981) mengatakan bahwa terorisme dimaksudkan untuk menciptakan situasi pikiran yang sangat menakutkan (fearful state of mind). Lebih jauh lagi, situasi ketakutan ini tidaklah ditujukan kepada para korban teroris melainkan kepada audiens (khalayak) yang bisa jadi tidak ada hubungan dengan para korban. Hal senada juga diungkapkan Oots (1990, p.145) yang menulis bahwa terrorisme dimaksudkan untuk menciptakan “ketakutan yang ekstrim di tengah khalayak yang lebih besar daripada korban langsung.”
Setiap kemunculan radikalisme, selalu saja akan berakibat menghancurkan, radikalisme dilakukan dengan keras, biasanya radikalisme itu muncul pada saat bulan Ramadhan. Sebagai contoh terjadi pada penentuan sholat Tarawih dikarenakan ada yang 8 raka’at dan ada yang 20 raka’at, hanya karena persoalan itu, dapat muncul yang dimaksud radikalisme, sehingga terjadi pertikaian.
Penulis adalah peneliti di LSISI Jakarta.