Pemerintah Tarik Duta Besar
JAKARTA (HR)-Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menarik Duta Besarnya di Brasil, menyusul negara Amerika Selatan itu menunda upacara penyerahan cresidential yang dijanjikan di Istana Negara Brasil, Sabtu (21/2).
Duta besar Indonesia untuk Brasil, Toto Riyanto terpilih menjadi Duta besar baru pada Oktober 2014 lalu. Ia telah diundang untuk hadir dalam upacara khusus di istana presiden Brasil pada Jumat (20/2). Namun, tiba-tiba undangan dibatalkan.
"Informasi tentang pembatalannya tiba-tiba, padahal duta besar telah berada di istana, ini sangat tidak bisa diterima oleh Indonesia," kata Kementerian Luar Negeri Indonesia, dalam pernyataannya.
Indonesia memutuskan menarik Riyanto pada Jumat malam pukul 22.00 sebagai bentuk protes keras atas tindakan tidak bersahabat tersebut. Pemerintah Indonesia memanggil pulang Riyanto ke Jakarta sampai jadwal baru penyerahan credentials dipastikan oleh Pemerintah Brasil.
"Sebagai negara demokratis yang berdaulat dan memiliki sistem hukum yang mandiri serta tidak memihak, maka tidak ada negara asing atau pihak manapun yang dapat mencampuri penegakan hukum di Indonesia, termasuk terkait dengan penegakan hukum untuk pemberantasan peredaran narkoba," kata pernyataan, dilansir dari situs Kemenlu RI..
Sementara itu Presiden Brasil Dilma Rousseff mengaitkan sikapnya itu dengan keputusan Pemerintah RI yang mengeksekusi terpidana mati narkoba, termasuk seorang warga Brasil di Indonesia, Marco Archer, pada 18 Januari 2015 lalu, dan rencana hukuman mati warga kedua dalam waktu dekat.
“Kami pikir hal yang penting adalah terjadi perubahan keadaan sehingga kita jelas terkait hubungan Indonesia dengan Brasil,” kata Rousseff kepada para wartawan setelah upacara resmi pemerintah di Brasilia.
Rousseff menjelaskan, yang dilakukannya adalah sedikit memperlambat penerimaan surat kepercayaan. “Tidak lebih dari itu,” tegasnya.
Brasil dan Belanda juga telah menarik duta besar mereka dari Indonesia setelah dua warga negara mereka dieksekusi mati karena kejahatan narkoba bulan lalu.
Perlecehan
Komisi I DPR mendukung sikap tegas pemerintah memanggil pulang Duta Besar RI untuk Brasil, Toto Riyanto pada Sabtu (21/2). Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya sepakat dengan keputusan pemerintah memanggil Dubes Brasil di Jakarta ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sebagai bentuk protes keras.
"Sikap pemerintah sudah benar, oleh karenanya patut didukung," kata politikus Partai Golkar tersebut dalam pernyataan persnya.
Toto adalah mantan politikus Partai Demokrat yang ditunjukan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono sebagai dubes Indonesia di Brasil. Toto adalah pensiunan TNI AU dengan pangkat terakhir marsekal madya, dengan jabatan wakil gubernur Lemhannas.
Menurut Tantowi, pemberian credential adalah hak negara akreditasi tapi pembatalan penyerahan di saat Dubes RI sudah berada di Istana Kepresidenan Brasil bersama dengan dubes-dubes lain adalah pelecehan diplomatik.
Sehingga, Indonesia patut melakukan protes keras. Tantowi menambahkan, tidak ada negara yg bisa mendikte hukum negara lain. Sebagai negara berdaulat, Brasil seharusnya memahami dan memaklumi hal tersebut.
"Tindakan emosional yg diambil pemerintah Brasil akan memperburuk hubungan bilateral kedua negara dalam berbagai bidang," ujar Tantowi.
Dia mencontohkan, hubungan baik kedua negara terjalin dalam bidang pertahanan dan perdagangan. Pasalnya, Indonesia dan Brasil telah menjalin kerjasama yang baik.
Menurutnya, tahun anggaran 2009-2014, Indonesia memesan pesawat Super Tucano dari Brasil untuk mengawasi garis pantai Indonesia. "Kita juga memesan Multi Launcher Rocket System (MLRS)," katanya.
Sedikit gesekan itu telah mengecewakan Indonesia. Menurut dia, DPR dan Kementerian Pertahanan akan mengevaluasi kerjasama jika Brasil tidak mengubah sikap. Tantowi menyebutkan, kerjasama di bidang perdagangan juga telah baik. Brasil sebagai salah satu penghasil daging terbesar di dunia, saat ini sedang berusaha mengekspor dagingnya ke Indonesia.
"Mereka tahu besarnya kebutuhan kita akan daging. Dari dua bidang itu saja, saya menilai Brasil dalam posisi yang lebih membutuhkan kita," ujarnya.
Penjelasan
Terganggunya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Brasil akibat rencana eksekusi terpidana mati kasus narkoba pada warga negara Brasil Rodrigo Gularte.
"Indonesia bisa mengundang Brasil dalam konteks kerja sama sekaligus memberikan penjelasan persuasif mengapa hukuman mati dilakukan pada warga Brasil yang kebetulan terlibat kasus perdagangan narkoba," kata pengamat politik internasional, Ali Munhanif, Sabtu (21/2).
Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, pelaksanaan hukuman mati terhadap pengedar narkoba mencerminkan sikap tegas pemerintah Indonesia.
Terkait tindakan Brasil yang menunda penyerahan surat kepercayaan (credentials) Duta Besar Indonesia untuk Brasil Toto Riyanto, katanya, itu merupakan pukulan diplomatis yang harus diantisipasi Indonesia. Agar efeknya tidak sampai meluas ke pemutusan kerja sama bilateral.
“Untuk itu, diskusi diplomatik menjadi jalan untuk mencairkan suasana dan memperjelas persoalan hukuman mati itu,” kata alumnus Mcgill University Kanada itu.
Caranya, pemerintah Indonesia memberikan penjelasan ke Pemerintah Brasil kalau hukuman mati terpaksa dilakukan karena desakan-desakan masyarakat terhadap pemerintah untuk memutus mata rantai narkoba.
Jika tidak diambil langkah diplomasi, dikhawatirkan dapat berdampak pada pemutusan hubungan bilateral dan bangsa Indonesia akan kehilangan banyak dari segi ekonomi seperti embargo perdagangan.(rol/yuk)