KPK: Mau Jadi Rektor, Jangan Beli Suara
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif berpesan agar calon rektor tidak melakukan manuver saat proses pemilihan rektor berlangsung.
Pemilihan rektor, kata dia, bukan ajang pilkada yang kerap menggunakan permainan politik untuk menang. "Ini pesan. Siapapun yang mau jadi rektor, janganlah dia beli suara. Masa profesor seperti itu kasih makan pendukung, kasih apa-apa, dia bikin tim sukses. Seakan pemilihan kepala daerah," ujar Laode, saat konferensi pers, di Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Jakarta, Jumat (4/11).
Menurut Laode, manuver politik yang dilakukan calon rektor merupakan suatu kejanggalan. Pasalnya, modal utama setiap calon rektor bukan elektabilitas.
"Aneh sekali kalau ada yang mau jadi rektor tapi bikin manuver-manuver seperti itu. Itu kaya parpol," ujar Laode.
Calon rektor, seharusnya menawarkan modal intelektual dan visi yang baik untuk memenangkan pemilihan. Dengan mengedepankan modal intelektual dan visi yang baik, rektor yang akan terpilih nantinya dapat membuat pendidikan tinggi di Indonesia lebih berintegritas.
Transparan Dalam kesempatan yang sama, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir, meminta pemilihan rektor di perguruan tinggi di Indonesia dapat berlangsung transparan.
Nasir mengatakan, transparansi itu dimaksudkan untuk mencegah adanya kecurangan, seperti korupsi, kolusi, ataupun nepotisme dalam proses pemilihan rektor.
"Jangan sampai ada dusta di antara kita. Kalau transparansi, saya begini kamu begini. Itu harus jelas," ujarnya. Selama ini, kata Nasir, tertutupnya proses pemilihan rektor kerap menimbulkan kecurangan. Kecurangan tersebut terlihat dari banyaknya laporan dugaan suap yang dilaporkan ke Ombudsman RI.
Seperti dirilis sebelumnya, Ombudsman menemukan dugaan suap pemilihan rektor di tujuh PTN di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Bahkan, dalam pemilihan di tiga PTN, pemberi informasi mengungkapkan bahwa sudah terjadi penyerahan uang antara Rp1,5 miliar sampai Rp5 miliar.
Untuk itu, Kemenristekdikti akan mengkaji ulang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2012. Aturan tersebut diduga menjadi salah satu alasan tertutupnya pemilihan rektor.
Sebelumnya, Menristekdikti Muhammad Nasir membatalkan empat pemilihan rektor di universitas negeri. Pembatalan tersebut karena adanya pelanggaran sistem pemilihan. Empat kampus negeri itu adalah Universitas Negeri Manado (UNIMA), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Halu Oleo (UHO) dan Universitas Musamus Merauke (UNMUS). (kom/sis)