Pemerintah Masih Lakukan Kajian
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Hingga saat ini, pemerintah masih melakukan penghitungan, terhadap rencana penetapan tarif baru harga Bahan Bakar Minyak. Bila tidak ada aral melintang, tarif baru tersebut akan mulai diterapkan 1 Oktober mendatang.
Hal itu sesuai dengan kebijakan pemerintah yang akan mengkaji harga BBM per tiga bulan. Sejauh ini, pemerintah belum bisa memastikan apakah harga BBM nanti bakal naik, atau turun.
"Kita sudah punya formula per tiga bulan, sekarang kita lihat tiga bulan ini (Juli hingga September) hingga tanggal 25 September baru kita tetapkan pada tanggal 1 Oktober nanti," tutur Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), IGN Wiratmaja Puja, Minggu (25/9).
Pemerintah Dikatakan, keputusan Pemerintah untuk menetapkan harga BBM setiap tiga bulan, memiliki risiko plus dan minus. Untuk itu, akan dilakukan audit oleh BPK atau BPKP.
Respon Pertamina Terpisah, Vice President Corporate Communication Wianda Pusponegoro mengatakan, saat ini pihaknya baru mendengar dari Dirjen Migas Kementerian ESDM terkait rencana penetapan harga baru BBM. Saat ini, pihaknya bersikap menunggu keputusan resmi.
"Ya aku kan belum dengar juga ya, baru denger dari Pak Wirat (Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja), jadi aku sih lebih memilih menunggu saja seperti apa," ujarnya.
Menurutnya, saat ini pemerintah harus mengkaji ulang siapa saja pengguna premium, pertalite, dan pertamax. Hal itu karena saat ini banyak juga masyarakat yang menggunakan pertalite dan pertamax.
"Kita itu ingin juga bersaing pada jenis-jenis BBM yang di luar BBM khusus penugasan, yang lebih penting dari kita sebenarnya penggunaan premium itu lebih ke pihak-pihak yang mana, kalau misal kita lihat kondisi pasar itu banyak juga yang sudah memilih menggunakan RON 90. Jangan sampai digunakan yang utama, padahal kondisi pasarnya tidak menyatakan yang seperti itu," kata Wianda.
Saat ini, konsumsi pertalite dan pertamax menurut Wianda hampir sekitar 30 persen dari total konsumsi bensin secara nasional. Pada akhir tahun nanti diperkirakan konsumsi pertalite dan pertamax mencapai 40-50 persen.
Hal itu berbeda dengan konsumsi premium yang menurun. Menurut Wianda, konsumsi premium dalam waktu sekitar 6 bulan terakhir yang sebelumnya 90-80 persen saat ini telah turun menjadi 60-70 persen saja.
"Jadi saya khawatirnya kalau kita terlalu berfokus di harga premium yang jelas-jelas itu sudah tidak disubsidi pemerintah dan di lapangannya adalah justru masyarakat menggunakan RON 90 dan bahkan kendaraan roda dua juga menggunakan RON 90 dan pertamax, itu menjadi tidak relevan," kata Wianda. (dtc, ara, ral, sis)