Menyoal Hal-hal Krusial Menjelang Pilkada 2017
PEMILUKADA Serentak 2017 akan dilaksanakan di 101 daerah se-Indonesia, terdiri dari 7 provinsi, 18 kota dan 76 kabupaten. Dinamika pelaksanaan tahapan Pemilukada sejauh ini belum menunjukkan tingkat kerawanan yang memerlukan penanganan khusus. Sejumlah permasalahan yang mengemuka diantaranya terkait pencairan dana yang masih tersendat persoalan administrasi.
Selain itu, termonitor pula indikasi ketidaknetralan penyelenggara Pemilukada, tindakan curi start kampanye oleh kandidat calon kepala daerah tertentu, masalah internal Parpol seperti dualisme kepemimpinan, dan upaya mobilisasi massa pendukung dalam deklarasi pengusungan kandidat. Sejumlah variable potensi ancaman tersebut perlu mendapat atensi untuk terus diikuti perkembangannya sehingga dapat dilakukan langkah-langkah antisipatif.
Dalam pelaksanaan Pemilukada Serentak 2015, secara umum berjalan dengan aman, lancar dan cukup demokratis, namun masih terdapat berbagai permasalahan akibat belum sempurnanya peraturan tentang Pemilukada yang ada. Untuk itu, Komisi II DPR-RI bersama pemerintah sepakat melakukan revisi atas UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Perppu No.1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU. Revisi UU tersebut diharapkan dapat menjawab berbagai macam masalah teknis yang muncul dalam pelaksanaan Pemilukada serentak 2017.
Kompleksitas Permasalahan Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pilkada 2017 antara lain : Pertama, Parpol baru yang terbentuk dan belum memiliki kursi maka seyogianya dilarang berkoalisi untuk mendukung salah satu calon; Parpol berkonflik wajib menyelesaikan permasalahan di internal partai sebelum mengajukan calonnya dan KPU tidak mengakomodir apabila masih ada kepengurusan ganda; Perlu dipertegas aturan keikutsertaan terhadap calon yang berstatus sebagai terduga/ tersangka dalam suatu kasus pidana.
Kedua, guna menghindari keterlambatan dalam pelaksanaan Pemilukada akibat permasalahan teknis anggaran ataupun adanya kepentingan dari petahana (incumbent) untuk mencairkan dana Pemilukada, maka perlu dipertimbangkan tentang alokasi dana yang bersumber dari APBN.
Sementara itu, mekanisme pengunduran diri antara lain : Perlu dipertegas mekanisme dan sanksi bagi calon yang mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai calon tetap; Perlu dipertegas persyaratan pengunduran diri bagi birokrat maupun anggota DPR/DPRD dan petahana yang ikut mencalonkan diri sebagai peserta Pemilukada. Seyogianya pengunduran diri dalam jabatannya dilakukan setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon tetap. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan asas keadilan.
Sedangkan, dalam kampanye dapat diatur antara lain perlu adanya ketegasan tentang jadwal distribusi alat peraga kampanye oleh KPU. Namun demikian, guna menghindari terjadinya keterlambatan oleh KPU ataupun terjadinya berbagai pelanggaran oleh peserta ataupun pendukung, maka seyogianya calon/Parpol pengusung diberikan kesempatan untuk mengadakan dan memasang alat peraga kampanye secara mandiri dengan persyaratan yang ketat (jumlah dan lokasi pemasangan alat peraga kampanye); Perlu dipertimbangkan tentang pembatasan penggunaan media kampanye melalui media elektronik (TV, radio, internet dll) agar tidak didominasi oleh calon/Parpol pemilik media tersebut.
Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Perlu ditegaskan dalam revisi UU Pemilukada bahwa hasil sidang DKPP tidak mempengaruhi hasil Pemilukada karena wewenang DKPP hanya sebatas evaluasi dan pembenahan internal penyelenggara Pemilukada (KPU dan Bawaslu).
Sengketa Pemilukada perlu diatur yaitu untuk menghindari terjadinya kesalahan intepretasi dalam peraturan yang ada, maka perlu ditegaskan kewenangan masing-masing penyelenggara Pemilu dalam penyelenggaraan Pemilukada.
Namun demikian, perlu dipertegas lembaga yang berwenang menetapkan keputusan dalam sengketa Pemilukada yang bersifat final, mengingat fungsi MK yang selama ini menangani sengketa Pemilukada kurang tepat.
MK pada dasarnya hanya menangani gugatan terkait dengan perundangan yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945; Guna menghindari terjadinya keterlambatan pemungutan suara akibat berlarutnya penyelesaian sengketa pencalonan, maka perlu dipertegas mengenai batas waktu penyelesaiannya sebelum pemungutan suara Pemilukada.
Perubahan terhadap UU Pemilukada tersebut seyogianya ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), sebagai peraturan pelaksanaan/petunjuk teknis (Juknis) penyelenggaraan Pemilukada pada tahun 2017, khususnya Juknis dari bagian-bagian perubahan UU Pemilukada. Jika PKPU belum bisa diterbitkan, KPU dapat menerbitkan Surat Edaran yang bersifat teknis pelaksanaan, dikeluarkan sebelum tahapan Pemilukada berjalan.