Mengejar Kuota Haji hingga ke Tiongkok
MERETAS jalan menuju Masjidil Haram dari Indonesia bukan lagi persoalan yang mudah. Dalam kaitan untuk melaksanakan rukun Islam kelima itu harus bersabar menunggu, lamanya hingga puluhan tahun.
Walau demikian masih banyak yang mengantri. Skala prioritas untuk berangkat haji pada usia 70 telah dilaksanakan. Umur yang benar-benar sudah lanjut dalam konteks melakukan ibadah yang hampir seluruh rukun haji dilaksanakan menggunakan tenaga yang prima. Semua itu tidak terlepas dari kuota haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi.
Secara hakikat berangkat haji adalah karena panggilan Allah SWT, namun secara syari'at setiap umat yang datang menunaikan ibadah haji adalah tamu dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Sesungguhnya tuan rumahlah yang paling mengetahui berapa kapasitas umat yang memasuki jazirah Tanah Haram itu.
Minimnya kuota haji bagi Indonesia yang mayoritas rakyatnya memeluk agama Islam memang perlu dijelaskan secara mendalam kepada pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Dalam kesempatan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G-20 ke-11 di kota Hangzhou Tiongkok Minggu 4 September 2016 lalu.
Presiden RI, Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman bin Abdul Aziz Al-Saud, intinya meminta penambahan kuota haji untuk jamaah Indonesia. Joko Widodo mengusulkan agar kuota haji yang tidak terpakai di negara lain dapat dipakai jamaah Indonesia.
Usulan ini sangat penting dibicarakan terlebih dahulu dengan Kerajaan Arab Saudi sebelum membicarakannya dengan negara lain yang memiliki kelebihan kuota haji. Dalam pertemuan itu Joko Widodo memberikan gambaran kepada Pangeran Salman betapa umat Islam di Indonesia harus mengantri hingga puluhan tahun demi bisa melaksanakan ibadah haji. Karenanya, pemerintah sangat mengharapkan penambahan kuota haji tersebut.
Menanggapi permintaan Indonesia itu, Pangeran Salman akan memerintahkan Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi untuk bertemu dengannya guna menambah kuota haji tersebut.
Dengan demikian nantinya lebih memudahkan urusan Indonesia dengan pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebagai kelanjutan pertemuan di Tiongkok itu. Penambahan kuota haji bagi jamaah Indonesia sudah berulangkali diusulkan, mengingat calon jemaah haji setiap tahun meningkat.
Ibadah Umroh, bagi yang memiliki kemampuan finansial, sebelum berangkat menunaikan ibadah haji karena masih berada pada daftar tunggu, ada yang lebih dahulu melaksanakan ibadah Umroh dengan menggunakan biro jasa perjalanan haji. Setelah melaksanakan ibadah Umroh, hanya tinggal menunggu musim haji dan pemberangkatan.
Bagi yang tidak sabar, mencari jalan pintas hendak mengambil kuota dari negara lain, yakni Filipina. Karena tidak melalui prosedur resmi sebanyak 177 jemaah calon haji Indonesia tertangkap petugas imigrasi di Manila, Filipina.
Jemaah dari Sulawesi dan daerah lainnya itu akhirnya dipulangkan ke Tanah Air setelah upaya mereka gagal karena tertangkap oleh aparat Filipina. Sebelum dipulangkan, mereka ditahan di Manila selama proses penyelidikan kasus itu berlangsung. Jelas mereka menjadi korban sia-sia oleh biro perjalanan haji dengan memalsukan dokumen perjalanan menggunakan paspor Filipina.
Para jemaah yang gagal berangkat itu pulang dengan wajah lesu berjalan gontai menuruni tangga pesawat di terminal kedatangan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan. Mengalami beban mental dan malu melihat jiran tetangga, ditambah kerugian karena kuota yang tidak tersaji dari pemerintah.
Prioritas Umur Bagi calon haji Tanah Air, penantian panjang itu memang sudah sekian lama ditunggu. Kebijakan pemerintah, baru sebatas lanjut usia (Lansia) yang akan menunaikan ibadah haji. Mulai tahun 2016 ini sudah mendapat prioritas berangkat minimal berusia 75 tahun. Keputusan itu disampaikan Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kementerian Agama, Ahda Barori di Pekan Baru beberapa bulan lalu.
Walau belum diketahui data Lansia jumlah calon haji, namun yang sudah memiliki nomor porsi dan sudah terdaftar sebelum 1 Januari 2014, hal itu menjadi prioritas untuk berangkat. Kabar melegakan dalam penantian harap-harap cemas itu, sebahagian terjawab mengingat pelaksanaan wajib haji, hanya sekali seumur hidup. Rotasi pemberangkatan haji bagi lansia untuk ke depan demikian juga, jangan hanya kebijakan semusim.
Bagi umat Islam melaksanakan ibadah haji, merupakan puncak ibadah dari ibadah-ibadah wajib lainnya. Maka sejak dini, mereka yang merindukan perjalanan haji itu dengan cara menabung sekian tahun.
Seseorang dapat menunaikan ibadah haji pada usia senja, tetapi apabila telah berhasil melaksanakannya telah memiliki nilai sakral tersendiri. Bagaimana tidak, seseorang yang telah sekian puluh tahun dalam salatnya menghadapkan wajah ke Baitullah, maka pada hari yang bersejarah itu telah dapat berdiri secara langsung di depan Kab'ah, mengagungkan asma Allah.
Para lansia yang hendak berangkat haji, memang dibutuhkan kesiapan fisik memadai disertai seorang pendamping. Faktor kemampuan fisik salah satu syarat dalam menunaikan ibadah haji. Selain persyaratan terurai di atas, menurut Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kementerian Agama Ahda Barori, bagi calon haji lansia harus mengajukan permohonan kepada Kementerian Agama di Kabupaten/kota untuk dilakukan verifikasi. Gunanya untuk dibuat usulan ke kantor Kemenag wilayah provinsi.
Nah, dalam usulan dilakukan verifikasi, hendaknya pihak Kemenag mulai dari pusat hingga ke daerah harus jujur dan transparan. Kebijakan memprioritaskan lansia untuk berangkat haji, bukan hanya menggembirkan sejenak hati para lansia yang sudah sekian lama menunggu.
Setelah kebijakan itu diluncurkan, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Lalu dalam verifikasi diserahkan sepenuhnya kepada Kemenag kabupaten/kota atau wilayah. Namun Kemenag Pusat dituntut melakukan pengawasan serius, terutama bagi pejabat berwenang yang melakukan verifikasi.
Kekecewaan umat Islam dalam pengelolaan ibadah haji kiranya jangan sampai berlarut-larut, termasuk perjuangan menambah kuota. Upaya pemerintah dalam meningkatkan kuota haji semestinya terus menerus dievalusi, termasuk lobi kepada pemerintah Kerajaan Arab Saudi.***