Kebanyakan Pemilik Diduga Palsukan Berat Kapal Ikan
JAKARTA (RIAUMANDIRI.CO)- Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah membenahi perizinan kapal tangkap ikan. Selama ini, banyak temuan pemilik kapal yang memanipulasi surat perizinan kapal. Manipulasi paling marak ditemui seperti mark down ukuran kapal, sehingga berat riil kapal tak sesuai dengan yang tertera pada surat izin tangkap.
Menurut Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Zulficar Mochtar, pihaknya menaksir lebih dari 70 persen pemilik kapal memalsukan bobot kapal.
"Jadi mereka ini mengklaim di bawah 30 GT. Dari pengukuran kita ini ada di atas 70 persen itu markdown, jadi cukup besar. Kalau kapal di atas 30 GT itu ada 3.600, tapi kenyataannya 8.000 lebih, jadi banyak sekali yang markdown yaitu hampir 5.000-an," terangnya, Rabu (31/8).
Aksi pemalsuan itu dilakukan pemilik kapal, diduga untuk menghindari berbagai kewajiban seperti pembayaran pajak serta mencari keuntungan lainnya.
Kapal yang ukurannya di bawah bobot 30 gross ton (GT) pajak Pungutan Hasil Perikanan (PHP) yang dibebankan lebih rendah. Kapal di bawah 30 GT juga bisa mendapatkan BBM bersubsidi.
Dengan ada pengampunan atau markdown amnesty ini, diharapkan bisa menjadi stimulus agar industri perkapalan dan perikanan bisa lebih transparan.
"Pastikan mereka semua mau ukur ulang, bayar pajak, macam-macam lah untuk memastikan bahwa praktik perikanan ini benar-benar transparan," terang Zulficar.
Zulficar menjelaskan, pihaknya memberi tenggat waktu hingga 31 Desember 2016. Jika belum melakukan pendaftaran ulang izin kapal, izin operasi tak bisa keluar alias kapal-kapal tersebut dilarang melaut.
"Otomatis ada sanksinya jika sampai 31 Desember mereka tidak mengukur ulang, izin untuk melautnya tidak keluar lagi. Tapi sekarang silakan kapal-kapal segera (daftar) dan kita siap jemput bola untuk itu," pungkasnya. (dtc/sis)