Jika Terbukti, Birokrat Riau Bisa Dipidana
PEKANBARU (HR)-Temuan Badan Anggaran DPRD Riau tentang dugaan adanya 'penumpang gelap' dalam APBD Riau tahun 2015, dinilai sebagai sebuah pelanggaran yang serius. Karena hal itu sama halnya dengan memalsukan dokumen daerah yang telah memiliki payung hukum yang kuat.
Seperti dirilis sebelumnya, penumpang gelap yang dimaksud adalah kegiatan atau proyek yang dimasukkan dalam APBD Riau tahun 2015, tanpa sepengetahuan Dewan.
"Bila terbukti, oknum birokrat yang melakukan hal itu bisa dijerat dengan pidana," ujar Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Usman, Selasa (9/12).
Dikatakannya, untuk membuktikan benar atau tidaknya dugaan itu, DPRD Riau harus memastikan terlebih dahulu mana dokumen yang dikirim ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mana dokumen yang pernah dibahas di DPRD Riau sebelumnya.
"Itu penting untuk memastikan apakah anggaran tersebut dimasukkan tanpa mekanisme pembahasan atau tidak," terangnya.
Kalau memang ada dokumen yang dikirimkan ke Kemendagri tersebut tidak sesuai dengan yang pernah dibahas di Banggar, berarti dugaan pemalsuan anggaran itu benar adanya.
"Ini juga berarti Sekdaprov Riau membuat suatu kesalahan besar terhadap mekanisme struktur keuangan daerah. Karena Sekdaprov selaku Kuasa Pengguna Anggaran, menyalahi pedoman penyusunan anggaran," terangnya.
Senada hal tersebut, Triono, Peneliti Fitra Riau, mempertanyakan siapa pihak yang berani merubah APBD Riau tahun 2015 yang telah disahkan DPRD Riau tersebut. "Jika itu benar, siapa pihak yang berani melakukan perubahan itu. Tidak mungkin seorang Annas Maamun sendiri itu pasti melibatkan sejumlah oknum birokrat," katanya.
Menurutnya, yang memegang RAPBD tahun 2015 itu adalah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), yang terdiri dari Sekda, Biro Keuangan, Bappeda dan Dispenda. "Berarti ada pejabat-pejabat yang berperan. Jika benar, sanksinya harus dipecat," tegasnya.
Karena, katanya, Perda APBD itu merupakan produk hukum yang dikeluarkan daerah. Kalau ada manipulasi oleh para birokrat, berarti itu melanggar hukum.
"Memalsukan Perda itu tidak boleh. Ketika APBD disahkan DPRD, itu sudah ada Perda dan lampirannya. Itu sifatnya tetap dan tidak boleh dirubah," imbuh Triono, yang mengaku turut menyaksikan pembahasan di DPRD Riau beberapa waktu yang lalu, dimana anggota DPRD Riau semuanya setuju dengan yang disampaikan Banggar.
Meski demikian, Triono berharap agar semua pihak jangan beropini. Semua harus dibuktikan, baik DPRD Riau, Kemendagri, atau pihak lain, sebelum kebenaran bisa dipastikan. "Daripada sibuk beropini, lebih baik cari dokumen aslinya. Itulah cara yang tepat untuk membuktikannya," tukasnya.
Sementara itu, Direktur Riau Corruption Watch (RCW), Mayandri Suzarman, menyatakan apabila ada mata anggaran yang lolos tanpa dibahas di DPRD, berarti anggaran tersebut ilegal. Hal itu juga sekaligus mengindikasikan terjadinya penyimpangan.
"Karena sesuatu yang menyangkut pengesahan anggaran itu menjadi fungsinya Dewan. Jika ada suatu mata anggaran tanpa melalui mekanisme di DPRD, maka itu ilegal. Dan apabila itu tetap digunakan, akan membuka peluang-peluang untuk terjadinya korupsi," katanya.
DPRD Riau sendiri, katanya, harus mempertanyakan dan membuktikan kebenaran dugaan itu. Sebab hal ini juga berkaitan dengan fungsi pengawasan Dewan. "Jangan ada anggaran satu rupiah pun yang lolos dari persetujuan DPRD," pungkasnya.
Seperti diwartakan sebelumnya, Anggota Banggar DPRD Riau, M Adil, mengungkapkan indikasi adanya 'penumpang gelap' dalam APBD Riau tahun 2015. Penumpang gelap yang dimaksud adalah kegiatan atau proyek yang masuk dalam APBD tanpa melalui pembahasan di Banggar DPRD Riau. (dod)