Pemerintah dan Cukong Harus Tanggung Jawab
PEKANBARU (riaumandiri.co)-Kematian yang menimpa prajurit TNI, Pratu Wahyudi, menambah daftar korban akibat kebakaran hutan dan lahan di Riau.
Karena itu, pihak yang terkait dalam hal ini, harus bertanggung jawab. Mulai dari pemerintah, perusahaan, hingga cukong yang berada di balik aksi pembakaran lahan tersebut.
Hal itu mengingat korban karhutla, tidak saja dialami Pratu Wahyudi. Saat karhutla tahun 2015 lalu, terdapat lima warga Riau yang meninggal, 97.139 warga terkena ISPA dan kerugian ekonomi Rp21 triliun.
Menurut Jaringan Kerja Penyelamat Hu-tan Riau, pemerintah, korporasi, Pemerintahdan para cukong, menjadi pihak yang bertanggung jawab atas jatuhnya korban dan timbulnya kerugian, termasuk kerugian akibat rusaknya ekologis.
"Timbulnya korban akibat Karhutla karena pemerintah pusat dan daerah tidak menyelesaikan persoalan hulu karhutla," ungkap Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah, yang didampingi Wakil Koordinator Jikalahari, Made Ali, Selasa (23/8) sore.
Persoalan hulu yang tidak diselesaikan tersebut, menurut Woro, yaitu review izin monopoli kawasan hutan dan lahan oleh korporasi, pengukuhan kawasan hutan, menyelesaikan konflik agraria, memperluasnya ruang kelola rakyat dan mengembalikan hutan tanah masyarakat adat.
"Termasuk membuka kembali SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan,red) atas 15 korporasi pembakar hutan dan lahan oleh Polda Riau," lanjutnya.
Pemerintah, sebut Woro, hanya fokus pada persoalan hilir, yaitu memadamkan api, namun namun melupakan pembenahan yang lebih sistematis di hulu persoalan. Padahal jika pembenahan di hulu diprioritaskan, jatuhnya korban bertambah dapat dicegah.
"Karena persoalan hulu tak ada progres, korporasi dan cukong nyaman nyaman saja membakar hutan dan lahan," tegas Woro.
Untuk itu, Jikalahari merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo segera bentuk Badan Khusus Menyelesaikan persoalan tata kelola lingkungan hidup, kehutanan dan lahan. Dengan kerja khusus persoalan hulu.
"Karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Pemerintah Daerah Riau tak sanggup melawan korporasi dan cukong. Kita butuh Presiden langsung turun tangan, sebagai wujud negara hadir," pungkasnya.
Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (walhi) Riau, Riko Kurniawan, juga mengutarakan hal yang sama. Menurutnya, persoalan kebakaran, titik api, asap, dan pemadaman, itu merupakan hilir dari masalah yang kerap dilakukan pemerintah.
Namun yang harus disadari, katanya, lahan yang terbakar umumnya berupa lahan hutan gambut, yang saat ini semakin tidak terjaga. Kondisi gambut di Riau sudah dirusak oleh kanal-kanal di masa lalu. Ditambah persoalan buruknya tata kelola kehutanan dan perkebunan.
"Menurut kami, itu (perbaikan tata kelola kehutanan dan perkebunan,red) dulu yang dibenahi. Perbaikilah akar persoalan mengapa kebakaran itu terus menerus terjadi. Sebanyak apapun orang, sebanyak apapun perlengkapan pemadaman api, kalau itu belum diperbaiki, maka kejadian ini akan berulang-ulang," kata Riko Kurniawan.
Dalam kesempatan tersebut, baik Jikalahari maupun Walhi Riau, menyatakan turut berbelasungkawa atas gugurnya pejuang lingkungan hidup, Pratu Wahyudi, yang meninggal saat memadamkan api di areal terbakar di Rokan Hilir.
"Kita meyayangkan dan menghormati jatuhnya korban saat pemadaman di Rohil. Artinya, kita tidak ingin lagi di masa-masa mendatang, kita masih sibuk melakukan pemadaman api yang bukan disebabkan oleh alam," imbuh Riko.
"Ini (tewasnya Pratu Wahyudi,red) menjadi momentum bersama kita untuk kembali melihat akar persoalanan mengapa hampir tiap tahun terjadi karhutla. Ini hanya bisa dibuat oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah," sambungnya menegaskan.
Buru Pembakar Gila
Sementara itu, nada tegas juga dilontarkan Dansatgas Karhutla Riau, Brigjen Nurendi. Ia menegaskan, apa yang telah terjadi tidak akan mematahkan semangat Satgas Karlahut dalam menjalankan tugas. Terutama dalam mencari para pembakar lahan yang dengan sengaja membakar lahan. Danrem pun menyebut pembakar lahan sebagai pembakar gila.
"Jangan menyerah dengan yang membakar atau pembakar gila itu. Lanjutkan perjuangan temannya yang telah gugur menjalankan tugas Karlahut untuk negara dan bangsa, untuk masyarakat Riau telah menyerahkan jiwa dan raganya," tegas Danrem.
Jendral bintang satu ini berulang-ulang mengatakan kebakaran hutan di Riau ini memang sengaja di bakar oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Dan prajuritnya meninggal akibat kebakaran lahan gambut yang memang sengaja dibakar untuk membakar lahan.
"Saya mengimbau kepada pembakar ini apa tidak kapok-kapoknya, sudah 18 tahun membakar. Sekarang sudah 19 tahun masih juga niatnya bakar. Jaga coba kampung wilayahnya sendiri, masa diiklaskan bertahun-tahun dibakar. Masa kalah dengan oknum yang membakar untuk mencari keuntungan dan kepentingan sendiri," tegasnya lagi.
Pada kesempatan itu, Danrem juga menegaskan kepada kepala daerah, dan pejabat-pejabat yang tidak peduli agar segera turun. Ini wilayah Riau, jangan sampai tidak ada yang peduli dengan wilayah masing-masing.
"Kalau ada pejabat yang tidak patuh dengan pimpinannya, copot saja. Untuk apa jadi pejabat kalau tidak mau tahu dengan Karlahut, copot saja," kata Danrem. (bbs, dod, nur)