71 Tahun Merdeka, Masih Tetap Negara Berkembang
Kita awali dengan kalimat indah Presiden Amerika Serikat Jhon F Kennedy, kepada rakyat Amerika, “Jangan ditanya apa yang diberikan negara kepada kita, tapi tanyalah apa yang telah diberikan kepada negara”. Pesan Presiden AS di atas sangat tepat ketika kita memperingati Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Kita terbiasa menuding pemerintah yang dianggap gagal memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya, tetapi lupa apa yang telah kita berikan kepada bangsa dan negara. Untuk itu kita coba menengok kebelakang bagaimana kehidupan keseharian kita sehingga ada gambaran umum kira-kira apa yang membuat lambannya proses menuju negara maju.
Banyak julukan diberikan kepada Indonesia negeri tercinta ini, mulai dari negeri yang tak dipercaya (distrust country), terutama pendidikannya yang terseok seok dan tidak rahasia orang hanya mengejar ijazah dengan segala cara tanpa belajar, mencontek, terutama mahasiswa dan dosen.
Guru dan dosen tak serius apalagi mendidik. Kelulusan sangat mudah didapat. Kita butuh guru dan dosen berpredikat pendidik bukan hanya sekedar pengajar. Dalam kondisi seperti itu justru pengawasan hilang entah dimana. Pengawasan ada, tapi yang diawasi hanyalah administratif pendidikan, mutu guru dan dosen jarang disentuh.
Maka jangan heran berkeliaran ijazah palsu dan aspal. Negeri kita dijuluki pula negeri 1001 maling. Tidak rahasia pula legislatif, eksekutif dan yudikatif sebagian besar lembaga lembaga tersebut dihuni oleh maling-maling berdasi, yang berpredikat politisi.
Kerja sering berdebat tak ada ujung, tampil di media dengan wawasan minus, janji-janji, yang kesemuanya hanyalah dagelan yang tak lucu dan merekalah politisi ikan lele, senang hidup di air keruh.
Adalagi julukan negeri 1001 masalah. Belum selesai satu masalah, datang masalah baru yang silih berganti, akhirnya negeri kita menjadi tumpukan masalah. Akhir-akhir ini ada pula julukan baru, negeri penuh kepalsuan, mulai dari ijazah palsu, uang palsu, vaksin palsu dan paspor palsu. Sekarang kita sebut julukan klasik yang masih lengket dan belum beranjak dari negeri kita, yaitu negeri yang sedang berkembang, padahal sudah 71 tahun merdeka. Jika dibandingkan dengan umur manusia negeri kita sudah tua renta dan tua bangka.
Negeri yang kemerdekaannya jauh sesudah kita, sudah berpredikat negeri maju seperti Singapura, begitupula Malaysia saat ini sudah mendekati negeri maju. Jepang yang hancur-hancuran pada tahun 1945 sekarang menjadi negeri termaju di Asia. Kenapa hal ini terjadi? Karena syarat untuk negeri maju tersebut belum terpenuhi oleh kita, yaitu kualitas sumber daya manusianya. Kualitas SDM kita masih bermasalah, belum mampu bersaing, tidak mau berubah apalagi siap untuk berubah. Mental korup, mental malas, tak sungguh-sungguh, tak amanah yang menghinggapi, sebagian besar anak bangsa. Nafsu ingin berkuasa dan bermewah-mewah menjadi hobi, malah ada pula yang hobinya berfoto sambil memuji diri sendiri. Ada anak TK menyebut banyak hantu di negeri kita, karena nampak foto bergelantungan di pohon-pohon, di tiang-tiang dan sebagainya. Oleh sebab itu untuk bisa disebut negeri maju, pendidikannya harus oke, berkualitas terutama mutu guru dan dosen sekaligus pengawasan harus aktif dan tegas.
Sehebat apapun kampus, sehebat apapun kurikulum, sehebat apapun sarana pendidikan jika guru dan dosen tak bermutu, tidak ada jiwa pendidik, jangan harap mutu pendidikan akan berubah. Seorang S3 atau professor sekalipun belum tentu cocok sebagai seorang pengajar, barangkali saja dia cocok sebagai peneliti, staf ahli, perencana, pengamat dan seterusnya, jangan dipaksakan menjadi dosen.
Sekarang ini asal sudah S2 jadi dosen tanpa melihat bakat dan kemampuan mengajarnya. Sebuah renungan terhadap pakar-pakar pendidikan. Sekarang kita lihat seperti apa manusia berkualitas, semua pakar sependapat bahwa manusia berkualitas itu harus memiliki, sehat lahir batin, berilmu dan terampil, ekonomi memadai, bermental kuat, gigih, dan selalu optimis, giat belajar dan mampu menciptakan kerja. Tidak alergi terhadap perubahan dan berakhlak mulia.
Agar kita bisa menjadi manusia berkualitas, perhatikanlah pesan-pesan berikut dan berusahalah mengamalkannya yaitu, jangan bosan sehat (jaga makanan dan berolahraga). Jangan bosan menambah ilmu dengan banyak membaca, diskusi, seminar. Orang haus ilmu, kekinian dan keakanan miliknya. Jangan bosan bekerja dan bekerja dengan landasan jujur dan sungguh-sungguh. Orang yang jujur dan sungguh-sungguh pasti dicari dan dibutuhkan. Jangan alergi terhadap perubahan. Orang yang takut terhadap perubahan sulit untuk maju, jalan ditempat dan malah terus tertinggal.
Sekarang bagaimana kita? Sampai kapan kita menikmati predikat negara berkembang? Tentu tergantung kita semua. Jika ingin cepat berubah, maka bersiaplah untuk berubah, yaitu memperbaiki sekaligus meningkatkan kualitas SDM kita dan itulah sebagai pendorong tercapainya apa yang diinginkan yaitu negeri maju, mampu bersaing, tegak sama tinggi dengan negara lain dan tidak dipandang sebelah mata oleh dunia luar.
71 tahun merdeka bukanlah waktu singkat, oleh sebab itu mari kita berpacu dengan waktu bersama-sama pemerintah dengan landasan, Ilmu kita jadikan kebutuhan hidup, sehat sebagai pondasi hidup, agama dan akhlak sebagai pedoman hidup serta kemauan dan semangat sebagai pendorong hidup. Itulah bentuk sumbangsih kita kepada bangsa dan negara yang merupakan syarat mutlak sebagai negara maju. Insya Allah negeri yang baldhotun thoyyibatun warobbun ghofur segera kita nikmati. Dirgahayu Republik Indonesia. ***
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Persada Bunda, Pekanbaru