Mobnas Oke, MTQ Tunda Dulu
Persoalan anggaran saat ini hampir menjadi masalah diseluruh daerah. Berkurangnya Dana Bagi Hasil dari pemerintah Pusat memang menjadi kendala besar bagi daerah, terutam bagi daerah penghasil migas. Ratusan milyar dana yang sudah dianggarkan harus hilang, akhirnya banyak kegiatan penting yang tidak menjadi kepentingan bagi Pemkab ataupun aspirasi DPRD, harus dipangkas.
Namun dana yang menguntungkan bagi oknum-oknum Pemkab dan DPRD, nanti dulu pencoretannya. Tak segan-segan, dana langganan koran yang dianggap tidak pentingpun harus pupus dari anggaran beberapa SKPD dan satu-satunya hal itu terjadi di Setwan kabupaten Indragiri Hulu. Berbicara Inhu, pengurangan anggaran mencapai lebih kurang Rp280 miliar. Seluruh SKPD, diminta mengurangi anggaran 25 persen dari anggaran sebelumnya. Namun herannya, untuk kepentingan pejabat Pemkab dan DPRD Inhu, tetap saja berjalan dan tidak dikurangi sedikit pun.
Contoh pembelian mobil dinas mewah yang diperuntukkan bagi Bupati Inhu, wakil Bupati dan Ketua DPRD Inhu, tetap bisa berjalan. Padahal mobil dinas sebelumnya yang ada saat ini masih layak digunakan. Apakah ini yang disebutkan APBD Inhu diutamakan untuk kepentingan masyarakat. Di sisi lain, banyak pekerjaan sangat dibutuhkan masyarakat masih banyak yang tertunda dan bahkan banyak yang mengalami pencoretan dengan dalih penundaan, padahal di anggaran perubahan belum tentu bisa terakomodir, karena hingga saat ini dana yang dimiliki Pemkab Inhu pun belum jelas ada atau tidaknya.
Lebih lagi, MTQ tingkat Kabupaten Indragiri Hulu yang sebelumnya direncanakan pada bulan Juli, ditunda tanggal 8 Agustus 2016. Namun pelaksanaannya kembali tertunda sebelah pihak oleh pihak Kesra Setda Inhu. Pemberitahuan penundaan tersebut tidak dilakukan dengan surat resmi Pemkab, melainkan hanya melalui selular saja, dan penundaannya sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Padahal persiapan tuan rumah Seresam Seberida sudah 99 persen.
Kebingungan muncul di tengah masyarakat, rasionalisasi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, rasionalisasi seperti apa. Jika memang dilakukan, kenapa harus banyak kepentingan masyarakat yang akhirnya harus menjadi korban dari rasionalisasi tersebut. Para wakil rakyat di DPRD Inhu tetap saja bisa berjalan-jalan dengan dalih melakukan studi banding dan lainnya, padahal Wabup memerintahkan untuk pemangkasan SPPD. Apakah surat resmi pimpinan Inhu tersebut hanya seremonial saja, atau bawahan mereka yang tidak paham mengaplikasikannya, atau pura-pura tidak mengerti.
Herannya lagi, dengan kondisi begini suara yang harusnya timbul dari DPRD Inhu, seakan terbungkam seriba bahasa. Pengawasan hanya berjalan proyek-proyek yang tidak masuk dalam aspirasi mereka. Karena memang selama ini kegiatan yang berasal dari aspirasi, tidak pernah mendapatkan kritikan dari para pejuang partai yang mengatasnamakan masyarakat tersebut. Padahal banyak proyek aspirasi tidak berjalan dengan semestinya.
Jika kondisinya seperti ini, kepada siapa lagi masyarakat akan bertanya jika jawaban yang didapat hanya berujung pada janji. Kemana masyarakat akan mengadu yang jawaban akan diterima Sabar dahulu. Siapa yang lagi yang akan memikirkan masyarakat, jika yang diatas hanya berkutat menyelamatkan kepentingan mereka saja. Atau masyarakat harus berdoa lagi agar harga minyak naik lagi, mungkinkah itu dilakukan?***