Diduga Bukan Sempalan Abu Sayyaf

Lagi, WNI Diculik di Malaysia

Lagi, WNI Diculik  di Malaysia

JAKARTA (riaumandiri.co)-Kabar tak sedap tentang penculikan terhadap Warga Negara Indonesia yang bekerja di usaha perkapalan, lagi-lagi terulang. Kali ini, menimpa Harman Mangga (30), yang bekerja sebagai kapten kapal milik perusahaan Malaysia.


Ia dikabarkan menjadi korban aksi penculikan, saat sedang berlayar di Perairan Kinabatangan. Harman diketahui bekerja di sebuah kapal penangkap udang.


Yang agak berbeda dengan aksi serupa yang juga dialami sejumlah WNI sebelumnya, diduga para pelaku bukan berasal dari kelompok atau sempalan Abu Sayyaf, yang bermarkas di Filipina.

Lagi Begitu pula dengan nominal tebusan yang harus diberikan. Kalau kelompok Abu Sayyaf menuntut tebusan hingga miliaran rupiah, para penculik Harman menuntut tebusan sebesr 10 ribu Ringgit Malaysia (setara Rp 32,4 juta), agar ia bisa bebas kembali.



Perihal adanya penculikan terhadap WNI itu, dibenarkan Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal.
"Kemlu membenarkan kejadian tersebut yang menimpa seorang WNI kapten kapal penangkap udang berbendera Malaysia dan kejadian di wilayah Malaysia," terangnya, Minggu (7/8).

Iqbal belum mengetahui tanggal pasti kapan aksi penculikan itu terjadi. Yang jelas, pihaknya baru mendengar kabar penculikan terjadi pada 5 Agustus lalu.

"Kemlu sudah mengetahui kejadian tersebut sejak tanggal 5 Agustus. Hingga saat ini KBRI Kuala Lumpur, KJRI Kota Kinabalu, KRI Tawau dan KJRI Davao masih melakukan verifikasi," ucapnya.

Terkait identitas, Iqbal juga belum mengetahui pasti. "Sejumlah informasi yang diterima dari pihak-pihak terkait masih terdapat sejumlah perbedaan. Kami akan sampaikan lebih detailnya setelah semua informasi terverifikasi," ujarnya.

Sementara itu media-media Malaysia memberitakan bahwa penculikan itu terjadi pada Rabu 3 Agustus di timur laut perairan negara bagian Sabah. Penculik meminta tebusan.

Dari informasi polisi Kota Kinabalu, Malaysia, Harman sedang berada di kapal bersama dua anak buahnya ketika sebuah kapal cepat berisi sekelompok pria merapat.

Mereka hanya membawa Harman, sementara dua anak buahnya dibiarkan tetap di atas kapal setelah ditawan dua hari. Penculikan ini terjadi 3 Agustus lalu, namun awak kapal tersebut baru bisa melapor dua hari sesudahnya.

Penculikan ini menambah panjang daftar WNI yang diculik di perairan negara asing. Sebelumnya 10 pelaut Indonesia masih diculik oleh kelompok bersenjata di Filipina dan belum dibebaskan hingga kini.

Cuma Retorika Menyikapi peristiwa itu, anggota komisi I DPR Charles Honoris menilai, kerja sama tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Filipina, soal pengamanan wilayah perairan, belum terealisasi.

"Sampai detik ini kesepakatan tersebut baru retorika belaka dan ajang foto-foto saja," kritiknya.

Menurutnya, belum ada realisasi kerja sama antar 3 negara baik di tingkat menteri pertahanan maupun panglima tentara, karena katanya terhambat hal-hal teknis. "Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi," tambahnya.

Kesepakatan Indonesia, Malaysia dan Filipina untuk melakukan patroli bersama, intelligence sharing dan bantuan darurat harus segera direalisasikan. Hal ini untuk mejaminan keamanan di kawasan terhadap ancaman terorisme, dan perampokan bersenjata.

"Pola-pola lain seperti model eyes in the sky (kerjasama Indonesia, Malaysia dan Singapura) di Selat Malaka yang berhasil menekan angka perompakan dalam beberapa tahun terakhir juga bisa ditiru,' tutur politisi PDIP itu.

Selain itu, Indonesia dan komunitas internasional harus menekan Filipina sebagai negara yang sudah 20 tahun lebih telah meratifikasi International Convention Against The Taking Of Hostages untuk berbuat lebih lagi dalam upaya mencegah dan menangani kasus-kasus penculikan dan penyanderaan di wilayah teritorialnya. (bbs, dtc, mdc, ral, sis)