Disebut Seperti Orang Mabuk, Budi Membantah
Kasus penganiayaan terhadap aparat penegak hukum kembali terulang. Kali ini, perlakuan itu dialami dua perwira Polri, yakni Kompol Teuku Arsya Khadari dan Kompol Budi Hermanto. Keduanya menjadi korban aksi penganiayaan saat digelarnya razia gabungan antara POM TNI AL dan Propam Polri di Bengkel Cafe di SCBD, Jakarta, Jumat (6/2) dini hari.
Terkait insiden itu, Kadispen TNI AL Laksma Manahan Simorangkir, menilai keduanya bersikap seperti orang mabuk ketika razia itu berlangsung. Keduanya membentak dan sempat mengacungkan pistol hendak diperiksa.
Padahal, razia itu digelar POM TNI AL dan Propam Polri atas perintah Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko.
"Mereka seperti orang mabuk karena mereka seolah-olah tidak peduli dengan situasi. Kalau normal kan bisa tahu ada operasi dan koordinasi sama kita," terang Manahan, Minggu (8/2).
Dikatakan, saat hendak diperiksa, kedua perwira Polri itu tak mau menunjukkan identitas. Setelah ditangkap, mereka baru mengaku sebagai anggota Polri.
"Setelah ditangkap, mereka baru bilang Polri. Kita sempat ajukan saran untuk tes urine tapi mereka nggak mau. Kita ada kok bukti-bukti, foto lengkap," ucap Manahan.
"Nggak apa-apa kalau memang tugas, tapi kenapa nggak ngaku. Mereka laporannya cuma berdua, kalau kita ada 48 orang karena memang lagi operasi. Ada dari Propam juga, kita memang lagi penegakan ketertiban gabungan," ujar Manahan.
Manahan membenarkan adanya pemukulan terhadap 2 perwira polisi itu. Namun hal tersebut terpaksa dilakukan karena petugas razia gabungan membela diri.
"Pemukulan itu untuk membela diri karena mereka mengacungkan pistol. Mereka membentak saat diperiksa, dan mengacungkan pistol sehingga petugas membela diri. Akhirnya diamankan. Lalu dilaksanakan koordinasi dengan Polri dan diserahkan ke kesatuannya. Saya ingin meluruskan, nggak ada kok kita gimana-gimana sama Polri. Orang kita langsung koordinasi dengan Polri," imbuh Manahan.
Budi Bantah
Sementara itu, Kompol Budi Hermanto, salah seorang yang menjadi korban penganiayaan, membantah hal itu. "Saya selama 15 tahun dinas, tidak pernah membawa senjata api ke mana pun saya pergi. Kemudian yang kedua, laptop kami masih terbuka, kami lagi kerja," ujarnya.
Budi menambahkan, tuduhan mabuk, buang narkoba, semua itu semua tidak benar.
"Diminta tes urine pagi. Saya sudah tes urine di Dokkes Polda (Polda Metro Jaya), itu untuk proses penyidikan laporan ke polisi juga. Saya membantah, selama 15 tahun saya dinas, tak pernah membawa senjata api ke mana pun. Bahkan senpi itu ada di dalam tas dan itu dirampas, tidak keluar (senpinya)," jelas Budi.
Ditegaskan Budi, tas yang di dalamnya berisi senjata api itu adalah milik Kompol Teuku Arsya Khadafi. Kompol Arsya sempat tarik menarik tas dengan personel TNI AL itu hingga talinya putus.
Budi membenarkan bahwa cincin emas Bulgary milik Arsya hilang. "Iya itu cincin sampai detik ini hilang benar. Kami minta di sana, nggak ada yang mengakui. Kami tarik-tarikan tas sampai putus talinya," jelas Budi.
Rekan Budi, Arsya, sekarang masih dirawat di suatu rumah sakit. Budi pun berencana melaporkan personel TNI AL itu karena diperlakukan tidak wajar. Laporan akan dilakukan ke Mabes POMAL.
Budi menyayangkan kehadiran kolonel AL itu malah memprovokasi anggota. Padahal, bawahan kolonel itu sudah sudah berbicara dengan Budi dan rekannya dan dianggap selesai.
"Hadirnya kolonel di dalam situ membuat anggota terprovokasi. Seorang kolonel seharusnya punya wibawa," ujarnya.
Di tempat terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul mengatakan, kasus itu akan dibuatkan laporan secara pidana. Langkah tersebut diambil karena mereka sebagai korban telah mengalami luka berat akibat kejadian tersebut.
"Saat ini sedang dalam pemeriksaan internal kepolisian dan pembuatan laporan polisi untuk kasus pidana berupa penganiayaan terhadap anggota Polri yang sedang melaksanakan tugas, yang berakibat korban menderita luka berat," terangnya.
"Kami menyerahkan kasus ini ke POM TNI untuk diusut tuntas," ucap Martinus menambahkan. (bbs, dtc, kom, sis)