Guru Besar UIN Suska Riau
Banyak sekali peristiwa atau kasus yang terjadi di Indonesia sejak berapa tahun terakhir, sebagai peristiwa yang mengindikasikan seolah-olah negeri ini tidak bertuan. Apa saja bisa tumbuh,dan apa saja boleh terjadi tanpa ada yang melindungi.
Kasus teranyar yang sampai hari ini masih ramai dibicarakan adalah kasus vaksin palsu, sebuah kasus yang benar-benar membuat bulu roma merinding memikirkan nasib anak-anak bangsa dan tentu juga bangsa di masa depan. Kenapa di negara ini bisa beredar vaksin palsu dan sudah berlangsung beberapa tahun lamanya. Sulit dicerna oleh akal sehat, sebuah bangsa sebesar Indonesia, bangsa yang dokter
Pemimpin
dan ahli kesehatannya boleh dibilang cukup banyak dan pakar di bidangnya, bisa kecolongan sedemikian lama dan sedemikian berbahayanya. Di mana badan pemeriksa obat dan makanan yang telah digaji dan dibiayai negara. Di mana para pejabat terkait yang slogannya, “ayo kerja, kerja dan kerja,” itu. Di mana dan di mana, atau mengapa dan mengapa saja mereka itu? Kenapa yang palsu-palsu banyak beredar dan seakan dibiarkan meracuni rakyat, sehingga bangsa dan negara berada diambang keambrukan ?
Ada yang berkomentar, “Jangan-jangan di negeri ini juga banyak pemimpin palsu, sehingga kepalsuan terjadi dengan begitu mudahnya. Jangankan akan menyembuhkan penyakit bangsa, tapi justru menambah parah dan semakin dekat ke jurang kehancuran.”
Tulisan ini tidak dalam posisi menilai siapa-siapa saja pemimpin palsu yang sedang bercokol di pentas bangsa hari ini. Kita hanya ingin berbicara siapa yang dikatakan pemimpin yang benar-benar pemimpin, lalu yang terjadi di negeri adalah kejadian yang benar-benar terawasi dengan benar pula.
Hakikatnya, pemimpin adalah gembala. Tugas utamanya adalah melindungi gembalaan atau rakyatnya dari ancaman: ancaman dari ketakutan; ancaman dari kemiskinan; ancaman dari kebodohan; ancaman dari penyakit; dan ancaman dari berbagai bahaya lainnya. Pemimpin yang benar akan mengerahkan semua kemampan yang dimilikinya untuk menata sistem keamanan negara agar rakyatnya terhindar dari bahaya ketakutan; mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menata sistem ekonomi sebaik dan seadil mungkin agar rakyat terlindungi dari bahaya kemiskinan; mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menata sistem pendidikan agar rakytanya terhindar dari bahaya kebodohan; mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menata sistem produksi dan peredaran obat serta makanan agar rakyat terhindar dari bahaya penyakit.
Pemimpin yang benar-benar pemimpin memikul amanah sebagai kewajiban yang harus ditunaikannya. Hatinya penuh cinta terhadap negeri dan rakyatnya. Dia berjuang keras untuk menepis kepentingan-kepenting pribadi atau golongan yang terus menerus dibisikkan setan ke dalam hatinya. Hidupnya adalah untuk pengabdian, karena sadar bahwa ia dipilih Tuhan untuk melindungi rakyatnya. Tampilnya ia ke puncak kekuasaan bukan karena hasil rekayasa tebar pesona oleh manusia dan media yang sarat dengan kepalsuan. Ia benar-benar pilihan rakyat karena diketahui di jiwanya melekat sifat amanah, sifat fathanah, sifat shiddiq dan sifat tabligh. Track record hidupnya membuktikan itu, bukan tayangan-tayangan media yang memainkan dirinya seperti model yang ingin dimanfaatkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. Itulah hakikat pemimpin yang sebenar pemimpin. Bukan pemimpin palsu yang dipemimpin-pemimpinkan oleh orang atau kelompok kepentingan yang ingin menuai keuntungan darinya.
Tidak sulit untuk mengukur berapa banyak pemimpin palsu di suatu negeri. Semakin besar kerusakan yang terjadi di suau negeri, semakin besar pulalah indikasi bahwa di negeri itu banyak pemimpin palsu, yaitu pemimpin yang hanya tahu kepentingan diri dan kelompoknya, dan abai dengan kepentingan rakyat dan bangsanya.
Persoalan kita bukanlah mencari-cari atau mengambinghitamkan seorang atau beberapa orang untuk dilabeli sebagai pemimpin palsu. Persoalan kita adalah bagaimana membenahi negeri yang indikasi keberadaan pemimpin palsunya besar.
Jawabannya tidak sulit, yaitu berupa pertanyaan, seberapa seriuskah kita ingin memperbaiki negeri ini? Tidak perlu dicari-cari akal, apalagi lagi bermain akal-akalan, tetapi jujur sajalah kita sekarang mau mengikuti amanah para pendiri bangsa yang tertuang di Pancasila, atau mengikuti arahan-arahan “orang luar,” yang ingin berkuasa atau menguasai negeri ini, tetapi pura-pura pakar dan bermanis muka sebagai penyumbang pemikiran untuk Indonesia yang lebih baik di masa depan.
Kembalikan negeri ini ke Pancasila dan Undang-Undang Dasar asli, seperti dulu pernah didekritkan oleh Soekarno, lalu jauhkan keserakahan yang diajarkan oleh “orang luar,” seperti sinyalemen yang pernah disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. ***