Korupsi Berawal dari Pendidikan

Korupsi Berawal dari Pendidikan

Dari diskusi yang saya lakukan bersama beberapa orang teman dengan bahasan sederhana mengenai korupsi. Saya hendak mencari apa sebenarnya yang menjadi permasalahan utama negara ini dalam memberantas korupsi. Meski Indonesia telah memiliki Komisi pemberantasan korupsi yang memiliki kekuatan super dalam memberantas korupsi, tetapi tetap saja masih menjadi salah satu negara terkorup di dunia.


Hal ini tergambar dari data Transparency International Indonesia (TII) yang mana mencatat hasil skor Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia pada tahun 2016 adalah 36, menempati urutan 88 dari 168 negara yang paling bersih. Posisi Indonesia naik dari 114 ke 107. Namun peringkat ini masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura. Organisasi anti korupsi ini setiap tahun mengeluaakan laporan korupsi global. Dari 28 negara di kawasan Asia Pasifik, sebagian besarnya mendapat peringkat yang buruk. 18 negara mendapat skor di bawah 40 dari seluruhnya 100 skor. 0 berarti terkorup dan 100 berarti paling bersih.


Sementara itu, kerugian negara akibat tindak pidana korupsi tidaklah sedikit. Sebagaimana dikutip dari publikasi Indonesia Corruption Watch (ICW) kerugian negara pada tahun 2015 sebesar Rp31,077 Triliun, Kemudian pada tahun 2014 negara merugi sebesar Rp5,29 T, tahun 2013 sebesar Rp7,3 T dan pada tahun 2012 sebesar Rp10,4 T. Modus korupsi yang terjadi pun beragam. Penyalahgunaan anggaran berada pada urutan teratas, kemudian penggelapan, mark up, dan penyalah gunaan wewenang. Bila di total seluruhnya, maka dalam rentang waktu 4 tahun, yaitu dari 2012 sampai 2015 negara merugi sebesar Rp54,057 T.  Apa yang yang salah dari negara ini, sehingga korupsi begitu berkembang? Seperti sudah membudaya, korupsi begitu sulit untuk diberantas. Bahkan di bangsa ini, korupsi telah mengakar mulai dari yang kecil sampai kepada yang besar, mulai dari daerah sampai Pusat.


 


Melihat fenomena itu, akhirnya kami saling bertukar pikiran hingga sampai kepada satu gagasan bahwa yang harus diperbaiki untuk memberantas korupsi adalah pendidikan. Mengapa pendidikan? Jawabanya adalah karena semua berawal dari pendidikan, apabila pendidikan baik, maka akan menghasilkan manusia berkualitas, sementara apabila pendidikan buruk, maka akan menghasilkan manusia pembangkang dan pengkhianat. Maka dari sinilah saya mulai analisa mengenai permasalahan korupsi yang terjadi saat ini.

 


Pendidikan yang diterapkan di Indonesia sebagian besar baru sebatas teori, belum ada yang menerapkan pendidikan praktik. Walaupun ada, itu pun hanya terhadap ilmu pasti atau ilmu alam yang nantinya akan bekerja bukan menyangkut sosial.


Sejauh ini, generasi sosial yang tercipta baru sebatas manusia-manusia konsep dan canggung saat akan mengamban tugas yang menuntut untuk mempraktikkan teori yang telah dipelajari. Dimana manusia sosial inilah yang nantinya akan memikirkan nasib bangsa ini ke depan. Tetapi, apa yang dapat mereka perbuat bila hanya paham teori, sementara masih lugu dalam praktik. Begitu juga dalam pendidikan antikorupsi yang terus dikampanyekan. Seperti di dunia pendidikan, kita diajarkan bagaimana korupsi itu, kita diajarkan apa bahaya korupsi itu, dan kita diajarkan bahwa korupsi itu harus diberantas. Namun, dunia pendidikan lupa menciptakan metode yang mendukung untuk terciptanya generasi antikorupsi yang sesungguhnya.


Kita diajarkan teori untuk menjadi manusia antikorupsi, tetapi sistem yang ada terus mendidik manusia untuk menjadi seorang koruptor. Contoh sederhana dari hal tersebut adalah penerapan sistem pendidikan dengan mengharuskan seorang murid untuk menghafal pendapat ahli, teori, dan lain sebagainya demi untuk menjawab soal ujian dengan sistem pengawasan ketat. Karenanya, disaat soal ujian yang mereka terima berbeda dengan apa yang mereka hafal, maka peluang sekecil apapun akan dimanfaatkan untuk melakungan kecurangan seperti mencontek. Hal ini adalah salah satu bentuk kegiatan dunia pendidikan yang mengajar kan manusia untuk menjadi koruptor. Sebenarnya mencontek bukan karena ada niat, tetapi karena keadaan yang memaksa untuk melakukan itu. Kemudian kebiasaan tersebut menjadi berkembang, dan disaat pengawasan semakin ketat, maka kepandaian seseorang untuk mencontek juga semakin menawan.


Setelah selesai menuntut ilmu, kebiasaan tersebut terus dibawa sebagai sebuah keahlian yang didapat di dunia pendidikan. Kemudian saat terjun kemasyarakat, mereka cenderung mempraktekannya, salah satu cara dengan tradisi memberi uang sogokan atau pelicin. Sementara disaat telah mendapatkan jabatan publik, maka akan cenderung digunakan untuk korupsi atau menjadi seorang koruptor kelas kakap. Oleh karenanya, sulit menemukan orang-orang baik yang benar-benar anti terhadap korupsi. Sehingga  tak heran bila orang-orang yang memiliki jabatan seperti aggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), lembaga Kehakiman atau memangku jabatan lain bisa begitu dekat dengan korupsi.

Mereka bukan tidak berpendidikan, mereka bukan tidak pernah diajarkan pendidikan moral yang baik, tetapi karena kebiasaan yang dibangun di dunia pendidikan telah membuat mereka menjadi seorang koruptor.


Bila sistem pendidikan yang dibangun terus seperti ini, maka bangsa ini tidak akan pernah jauh dan bersih dari korupsi.  Sekuat apapun KPK dan segencar apapun Indonesia Coruption Watch (ICW) melakukan kampanye antikorupsi, tetapi bila tidak diiringi dengan keinginan kuat dari pemerintah untuk merubah sistem pendidikan yang ada, semua usaha yang dilakukan hanya akan berakhir sia-sia dan tidak akan pernah tercipta negara yang bersih dari korupsi.


Untuk menciptakan manusia antikorupsi tidak cukup hanya dengan memberikan teori, tetapi harus didukung oleh sistem yang baik untuk mendorong terciptanya kebiasaan yang jauh dari korupsi. Karena kebiasaan berawal dari perbuatan yang diulang-ulang, maka dunia pendidikan harus mencari formula yang tepat untuk membuat kebiasaan antikorupsi tertanam dalam diri generasi muda. ***

*) Peneliti Muda LSM Antikorupsi INTEGRITAS