Wako Kukuhkan 109 Pengurus KAN dan Bundo Kandung
PAYAKUMBUH (riaumandiri.co)-Sebanyak 109 pengurus Kerapatan Adat Nagari dan pengurus Bundo Kanduang Kecamatan Payakumbuh Barat, dikukuhkan Walikota Payakumbuh Riza Falepi, bertempat dihalaman kantor KAN kelurahan Balai Nan Duo, Sabtu (30/4) dihadiri ketua DPRD Parmato Alam.
Walikota Payakumbuh Riza Falepi, menyebutkan dari perspektif sosilogis, salah satu peluang berperan dengan baik, status, kedudukan jalas. Pangulu dan atau datuk sebagai pemimpin ninik mamak, didahulukan selangkah ditinggikan seranting. Mereka punya kedudukan kuat dalam kaumnya. Penghulu tagak di pintu adat, dihormati sebagai gadang basa batuah.
Dalam berperan penghulu dibantu malin, tempat bamufti (tempat minta fatwa). Malin justru tagak di pintu agamo, dihormati sebagai suluah bendang dalamnagari. Dalam membantu penghulu, sedangkan datuk menyelesaikan sengketa, dibantu manti. Dikatakan, Justru manti tagak di pintu susah, dihormati piawai dalam manyalasaikan silang sangketo anak nagari, tahu ereng jo gendeng, mauleh indak mangasan. Demikian pula dalam mengeksekusi silang sengketa, penghulu dibantu dubalang, posisinya tagak dipintu mati, berperan sebagai pengamanan huru hara, batuhuak ja baparang.
Penghulu duduk dilimbago kaum, suku, kampung berperan mengayomi anak kamanakan baik dari limbago paruik, jurai sampai ke kaum suku di kampung. Di limbago nagari di wadah KAN penghulu dimungkinkan dipercayakan sebagai Pucuak adat dan atau ketua KAN, statusnya berada pada pucuk pimpinan adat di nagari. “Pucuk adat ini setidaknya didukung Datuk ampek suku, Penghulu andiko di limbago kaum suku di kampung serta urang nan-4 jinih (+ jinih nan-4) untuk melaksanakan peranannya mengayomi anak kamanakan dan masyarakat adat di nagari, “ujar Wako.
Sebelumnya, Ketua DPRD Payakumbuh Yendri Bodra Dt Parmato Alam, menyebutkan cerdas dalam perasaan dan berpikir diaplikasikan saat menghadapi problema dalam kaum. Saat melihat fenomena anak kamanakan dan kampung harus dikembangkan, berlaku petatah atau pepatah, sayang di anak dilacuti, sayang di kampuang ditinggakan. Artinya penghulu yang baik tidak membiarkan anak kamanakannya berbuat tidak baik, ada saat menyangi dengan memberi reward, tetapi tidak meniadakan tindakan memarahi saat salah dengan punishment yang mendidik.
Demikian pula saat mengabadikan rasa cinta pada kampung, tidak harus bertopang dagu dan atau berpangku tangan membiarkan kampung melarat, saat harus meninggalkan kampung, harus dilakukan mencari pengalamanan, pengetahuan bagi perbaikan kampung ke depan. Dipaparkan, tindakan penghulu seperti ini bagian dari contoh yang diberikan dalam perannya untuk mendidik anak dan kamanakan berbudi. Sedangkan bundo kanduang secara harfiah berarti, bundo, adalah ibu dan kanduang, adalah sejati. Jadi, bundo kanduang (bunda kandung) berarti ibu sejati.
Tetapi ada juga, ahli adat menyebutkan bundo kanduang berasal dari kata bundo ka anduang, bundo berarti seorang ibu yang sayang kepada anak keturunannya, sedangkan anduang adalah seorang ibu yang sayang kepada anak, cucu serta cicitnya. (goc/aag)