Masyarakat Meranti Andalkan Ekonomi Negara Tetangga
SELATPANJANG (riaumandiri.co)-Sejauh ini, banyak masyarakat Kepulauan Meranti mengandalkan ekonomi negara tetangga untuk menutupi nafkah keluarga. Ada yang berangkat ke negara jiran dengan cara resmi, namun tak sedikit juga berangkat melalui jalur gelap.
"Semua itu terpaksa kami tempuh, bahkan tenggelam di tengah laut sudah menjadi resiko, untuk menghidupi keluarga,” ungkap Aslim (43), warga Desa Rintis, kepada Haluan Riau di Selatpanjang, Rabu kemarin.
Aslim mengaku menjadi buruh kasar di negeri seberang tidak jadi soal. Sebab jika tidak demikian, anak-anak dan keluarga akan mati kelaparan. Kalau sebelumnya sempat ada perusahaan yang membuat palte dari uyung sagu, namun sejak dua tahun terakhir sudah minggat. Akhirnya ratusan karyawan terpaksa mencari pekerjaan lain.
"Kita di Meranti ini belum tersedia pekerjaan. Kalau pun ada pekerjaan seperti buruh kilang sagu dan kilang arang, tidak mampu menutupi kebutuhan keluarga. Apalagi kalau ada anak sekolah, sehingga lebih baik kita tempuh menyeberang laut untuk menjamin dapur tetap ngepul,” akunya, seraya berharap kepada pemerintah agar tergerak hatinya untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat Meranti.
Lebih lanjut dikatakannya, di Meranti saat ini semuanya serba sulit. Sulit ekonomi, sulit transportasi sulit listrik, sulit air bersih dan lebih sulit lagi mencari uang. Sehingga lebih banyak angkatan kerja berjibaku ke negara tetangga. Seperti Malaysia maupun Singapura.
"Kalau bagi kita Suku Melayu, memilih ke Malaysia. Sementara bagi warga keturunan Tionghoa kita lihat mereka memilih Batam atau Singapura. Untunglah jarak negara tetangga itu cukup dekat, dan terutama bagi warga suku Melayu antara penduduk Meranti dan Malaysia sebagian besar memiliki garis keturunan," ujarnya.
"Sehingga saudara kita di negara itu cukup prihatin dengan kondisi ekonomi masyarakat Meranti,” sebut dia lagi.(jos)