Utang Bahari Jadi 3x Lipat
PEKANBARU (riaumandiri.co)- Kehadiran perusahaan perkreditan di tanah air belakangan ini tumbuh bak jamur di musim hujan. Di satu sisi, atas kehadiran perusahaan itu masyarakat terbantu untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
Hanya saja, aturan yang diterapkan hendaknya tidak terlalu memberatkan konsumen, terutama di saat konsumen atau nasabah mengalami kesulitan.
Seperti yang dialami Bahari Bahari S, salah seorang nasabah perusahaan Astra Credit Companies (ACC) Cabang Pekanbaru.
Diceritakan Bahari, beban denda yang diterapkan perusahaan tersebut atas terjadinya kemacetan kredit sangt memberatkannya.
Tahun 2011 lalu, Bshari membeli satu unit mobil bekas melalui kredit di ACC. DP yang telah dibayarkan sebesar Rp35 juta dan angsuran setiap bulan sebesar Rp4.670.000.
Dalam perjalanan mulai dari ansuran pertama hingga ke-38, dirinya tidak pernah melewati tanggal jatuh tempo.
Namun mulai angsuran yang ke-39, usaha yang dijalankannya mengalami keterpurukan. Sehingga kewajiban angsurannya tertunda.
Selain mengalami keterpurukan, sejak akhir tahun 2014 lalu, ia pun dirundung berbagai penyakit. Sehingga tak bisa bangkit. Otomatis angsuran menjadi terkendala.
Ingin menyelesaikan permasalahan itu, ia pun berencana menjual kendaraannya itu. Dengan harapan agar bisa melunasi tunggakan yang harus dibayar, maka diajukanlah keringanan pembayaran kepada perusahaan.
Bahari mengaku hutang yang tersisa hanya berkisar Rp37 juta lebih terkejut saat mendengar denda yang ditetapkan sebesar Rp73 juta lebih, belum lagi hutang pokok sisa ansuran. Bahari harus melunasi denda tersebut, baru bisa menerima BPKB.
Baharipun mengajukan permohonan mengatakan yang bisa disanggupi seluruhnya hanya sebesar Rp50 juta termasuk denda.
Namun permohonan itupun ditanggapi dingin pihak ACC. Melalui Muslihudin pegawai di ACC itu mengatakan jumlah tersebut sesuai aturan perhitungan denda yang ditambahkan setiap harinya.
Udin mengatakan pihaknya hanya mampu mengajukan keringanan ke atasan 50 persen dari nilai denda, ditambah ansuran tetap. "Itupun kalau perusahaan menyetujuinya,“kata Udin.
Mendengar itu Bahari hanya berharap kepada instansi terkait agar bisa menengahi permasalahan tersebut, sehingga ada jalan keluar yang tidak memberatkan konsumen,” katanya.
Harus ada perlindungan buat konsumen, sehingga jika terjadi kredit macet tidak serta merta membebani konsumen yang justru kian memperburuk situasi.
Penetapan denda yang sangat tinggi harusnya tidak perlu terjadi. Namun adanya keterlambatan harus ada beban yang mesti ditanggung oleh nasabah. Tapi intinya bagaimana ansuran kredit tersebut bisa lunas sesuai perjanjian awal.
Untuk itu pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia selaku instansi terkait yang mengawasi dan membuat regulasi bagi kegiatan usaha perkreditan itu agar turun mengawasi setiap usaha yang terbukti memberatkan konsumennya.(jos)