Terlihat Kurang Bersinergi
BAGANSIAPIAPI (riaumandiri.co)- Menurunnya pendapatan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi perhatian khusus pemerintah saat ini. Kecamatan Bagan Sinembah yang merupakan penyumbang terbesar pajak PBB, seakan-akan tidak mampu untuk mendongkrak agar menjadi penerimaan andalan asli daerah yang setara dengan pembagian hasil dari minyak dan gas bumi.
Bahkan, sengkarut sistem pendataan dan pemungutan pajak, hingga saat ini masih membutuhkan pembenahan. Ironisnya, antara pihak kecamatan dengan UPTD Dispenda terkesan kurang bersinergi. Bahkan, Bupati Rokan Hilir (Rohil) pernah mengatakan bahwa "Banyak" SPPT menumpuk di kantor kepenghuluan.
"Sebenarnya kalau mengenai penumpukan SPPT, seharusnya pihak UPTD Dispenda yang lebih tahu. Karena mereka yang memulai proses pendataan hingga pemungutan pajak PBB," kata Camat Bagan Sinembah, Muhammad Nasir, S.Pd, Selasa (19/4).
Kasubag Tata Usaha UPTD Dispenda Kecamatan Bagan Batu, Tati Musidariayanti mengemukakan, apa yang disampaikan camat dirasakannya tidak masuk akal. Apalagi, penumpukan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) sebagian besar berada di kantor kepenghuluan dan kelurahan. Padahal kedua aparatur desa itu merupakan bawahannya.
Namun dia tidak menampik, menumpuknya SPPT yang mereka temukan selama ini dikarenakan nama Wajib Pajak (WP) tidak sesuai dalam daftar. Selanjutnya, luas lahan juga tidak sesuai dengan nilai jual objek pajak sehingga biaya yang tercantum dalam SPPT menjadi membengkak.
"Akibatnya, banyak wajib pajak yang tidak mau membayar," cetusnya.
Pemuktahiran data untuk memperbaiki kesalahan dalam pendataan, kata Tati, sudah dilakukan oleh pihak Dispenda pada tahun 2011. Mereka langsung melakukan pengukuran ulang luas areal perkebunan dan rumah.
Intinya, langkah itu untuk menghindari terjadinya tumpang tindih lahan. Selama ini, persoalan yang dihadapi dalam memungut pajak bumi dan bangunan diantaranya terbitnya tiga SPPT untuk perumahan, kaplingan dan kebun palawija. Padahal pemiliknya satu orang.
"Tentulah mereka menolak untuk membayar. Apalagi SPPT yang terbit sampai tiga lembar," ujarnya.
Dia mengungkapkan, penumpukan SPPTBB dikantor Kepenghuluan dan Kelurahan hampir mencapai 2/3 dari jumlah SPPTPBB yang dicetak. Penumpukan itu sebagian besar karena banyak wajib pajak yang menolak untuk membayar.
Berbagai ragam alasan yang mereka kemukakan seperti nama marga yang tidak tercantum dalam SPPT serta SKGR yang belum dipecah karena proses jual beli lahan tidak terdaftar di kepenghuluan.
"Bagusnya pemerintah buat aja kebijakan mengharuskan orang tua siswa melampirkan bukti lunas pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sebagai syarat mendaftar masuk SD. Karena daerah lain juga sudah membuat seperti itu. Pernah juga ada orang membuat sertifikat tanah, barulah sibuk mau membayar PBB," tuturnya.
Walaupun demikian, kata Tati, tahun ini Dispenda akan membuat aplikasi online untuk memudahkan masyarakat membayar pajak. Bagi SPPT ganda yang sudah terbit, mereka akan menghapuskannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Walaupun mereka juga khawatir akan terjadi pemeriksaan terkait penghapusan itu.(grc/don)