Mantan Kades Sungai Ara Divonis 2 Tahun
PEKANBARU (riaumandiri.co)-Jafri yang merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi gratifikasi penerbitan Surat Keterangan Tanah di Desa Sungai Ara, Pelalawan, tahun 2014 silam, divonis dua tahun penjara.
Vonis ini lebih ringan 1 tahun dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap mantan Kepala Desa Sungai Ara tersebut.
Demikian terungkap di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (14/4) petang.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Yuzaida menyatakan Jafri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Jafri, dengan pidana penjara selama 2 tahun," ungkap Hakim Ketua Yuzaida dalam amar putusannya.
Selain itu, majelis hakim juga membebankan Jafri untuk membayar denda sebesar Rp50 juta subsider 2 bulan penjara.
Menanggapi putusan tersebut, baik JPU menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan sikap, apakah menerima atau menolak putusan tersebut dengan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
"Pikir-pikir, Yang Mulia," tegas JPU Yuriza Antoni dari Kejaksaan Negeri Pangkalan Kerinci. Hal yang sama juga disampaikan terdakwa Jafri yang tak bisa menahan air matanya.
Sebelumnya, oleh JPU menuntut terdakwa Jafri dengan pidana penjara selama 3 tahun, denda Rp50 juta atau subsider 3 bulan penjara.
Pantauan Haluan Riau, terlihat keluarga terdakwa tampak tidak puas dengan putusan majelis hakim tersebut. Bahkan sang anak menangis sambil memeluk sang ayah, Jafri. Melihat sang anak menangis histeris, Jafri pun tak kuasa membendung air matanya.
Seperti yang diketahui, Jafri didakwa melakukan perbuatan melawan hukum pada penerbitan SKT di Desa Sungai Ara tahun 2014 silam. Dimana saat itu, terdakwa Jafri telah menjanjikan empat Kelompok Tani (Poktan) Nurul Huda, untuk menerbitkan SKT seluas 200 hektare di Desa Sungai Ara.
Namun dalam realisasi penerbitan SKT tersebut, Jafri meminta anggaran sebesar Rp2,5 juta per SKT, dengan tanah seluas 2 hektare.
Dengan 100 SKT yang diterbitkan terdakwa, masyarakat Poktan sudah menyetorkan dana sebesar Rp250 juta. Namun SKT yang dijanjikan tak kunjung terbit. Karena tanah tersebut masih bermasalah atau lahan tumpang tindih dengan lahan masyarakat Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Pelalawan.
Padahal, berdasarkan Undang Undang Pertanahan serta peraturan daerah, penerbitan SKT tersebut tidak dikenakan ataupun dipungut biaya. Perbuatan terdakwa ini jelas telah melanggar UU dan peraturan daerah.***