Disebut Ahok Ngaco, BPK Tanggapi Santai
JAKARTA (riaumandiri.co)-Badan Pemeriksa Keuangan tak mau menanggapi pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang menyebutkan hasil audit lembaga ngaco alias ngawur. Hal itu terkait dengan dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, yang kini kasusnya tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Saat akan diperiksa KPK pada Selasa (12/4) lalu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok) menyebut hasil audit BPK atas pembelian lahan RS Sumber Waras tidak benar alias ngaco.
Namun anggota III BPK, Eddy Mulyadi Soepardi, menanggapi santai pernyataan Ahok tersebut.
Disebut "Kalau dia boleh ngomong ngaco silakan saja. Suka-suka dia, tapi kan ada aturannya," ujarnya usai pertemuan BPK dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Kamis (14/4).
Namun Eddy menegaskan, audit yang dilakukan pihaknya sudah mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Eddy juga meminta agar hasil audit tak diperseterukan.
Selain menyebut audit ngaco, Ahok juga menantang pejabat BPK untuk lapor kekayaan. Tetapi Eddy mengaku dirinya sudah lapor kekayaan tahun ini. "Ah siapa bilang? Siapa bilang? Tahun ini 2016 sudah. Siapa bilang saya belum laporkan. Emang Ahok tahu dari mana? Sudah. Oke jelas? Udah ya," ujarnya.
Tantang Ahok Pernyataan Ahok tersebut juga mendapat tanggapan dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abraham Lunggana atau akrab disapa Lulung. Terkait hal itu, Lulung balik menantang Ahok melaporkan BPK ke pengadilan, jika hasil audit itu dinilai tidak benar.
"Ahok kan cuma berani bilang ngaco buat propaganda buat kebeneran sendiri. Pak Harry Azhar Aziz (Ketua BPK) sudah bukakan pintu. Dia bilang, kalau saya ngaco siapa pun termasuk Ahok lapor saya ke pengadilan. Saya yakin Ahok nggak berani, kalau Ahok berani, saya iris kuping saya," sindirnya.
Bagi Lulung pernyataan 'ngaco' yang dilontarkan Ahok sebelum menjalani pemeriksaan di KPK pada Selasa (14/4) tidak tepat. Karena Lulung meyakini audit BPK dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Karena soal audit investigasi BPK itu kan ada SOP-nya. Negara perlu memeriksa keuangan negara maka dibentuk badan pengawas negara yang diresmikan Presiden. Jangan diragukan BPK, BPK nggak bakal salah," imbuhnya.
Karena itu menurut Lulung, upaya menggugat BPK ke pengadilan tidak akan dilakukan Ahok.
"Saya yakin Ahok ngga berani (ke pengadilan). Ahok kan lakukan propaganda saja ngomong ngaco doang. Kalau Ahok gugat ke pengadilan sama saja gali kuburan dia. Makanya saya bilang ngga bakal berani Ahok, makanya kalau Ahok berani iris nih kuping saya," ulang Lulung.
Seperti diketahui, dalam pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI tersebut, pihak BPK menemukan pelanggaran prosedur dalam pembalian lahan seluas 36.410 meter persegi dan kerugian negara mencapai Rp191,3 miliar.
BPK menilai Pemprov DKI Jakarta mengabaikan pasal penting dalam prosedur pengadaan, yakni aspek luas tanah yang akan dibeli. Pasal 121 Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 menyatakan proses pengadaan tanah di bawah 5 hektare dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan dan pemilik tanah.
Dengan demikian pemerintah DKI Jakarta tidak perlu mengikuti prosedur yang diatur dalam pasal lain dalam undang-undang atau peraturan presiden tersebut. Pemerintah cukup membentuk tim pembelian tanah.
Kemudian, di pasal 121 juga berkaitan dengan soal penetapan lokasi tanah. Jika lokasi tanah telah ditetapkan dalam anggaran, instansi tersebut tidak lagi harus menetapkan lokasi tanah yang akan dibeli.
Selain itu, dalam audit tidak berpatokan menggunakan nilai jual obyek pajak (NJOP) 2014 sebesar Rp20,7 juta permeter persegi sebagai dasar penghitungan kerugian negara. NJOP ditetapkan pada Juni tiap tahun, sementara transaksi pembelian Sumber Waras dilakukan pada Desember 2014. (bbs, dtc, kom, ral, sis)