Demo Sopir Taksi Berakhir Ricuh
JAKARTA (riaumandiri.co)-Aksi demonstrasi yang digelar ribuan sopir taksi, angkot, dan bajaj di Jakarta, Selasa (22/3), berakhir ricuh. Di sejumlah tempat, terjadi bentrok antara massa pendemo dan driver ojek online. Akibatnya, aksi saling serang dan lempar batu pun terjadi.
Bentrok antara dua kelompok itu, membuat situasi di beberapa titik di Jakarta, berubah menjadi panas. Bentrok baru bisa dihentikan, setelah aparat Kepolisian dibantu TNI turun tangan untuk mendinginkan situasi.
Hingga tadi malam, aparat Polda Metro Jaya telah menetapkan satu orang tersangka, yang diduga melakukan aksi anarkis.Ada kemungkinan jumlah tersangka akan terus bertambah. Karena hingga tadi malam, sebanyak 83 orang masih menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Dalam aksinya, massa menuntut menuntut pemerintah segera menutup izin operasional angkutan berbasis online di Jakarta. Perusahaan yang dimaksud antara Uber dan GrabCar. Rupanya, aksi tersebut mengundang reaksi dari sejumlah driver angkutan online, seperti Gojek. Mereka tak terima dengan aksi itu, sehingga balas melakukan aksi serupa. Hal itu yang kemudian berakhir dengan terjadinya bentrok antara dua kelompok itu, di beberapa lokasi di Jakarta.
Salah satu korban aksi anarkis itu dialami Nababan, sopir taksi Blue Bird. Ia menjadi korban anarkis pengendara Go-Jek di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Menurutnya, ia sudah dikejar puluhan sopir Go-Jek sejak dari daerah Casablanca. "Saya disuruh berhenti tapi enggak mau," ujarnya.
Nababan yang membawa penumpang akhirnya melaju kencang di jalur Transjakarta. Apesnya, saat hampir tiba di halte Kuningan Madya, ada bus yang berhenti, sehingga ia ikut berhenti di belakangnya. Di sanalah ia tertahan dan dikeroyok sopir Go-Jek.
Kaca depan mobilnya diinjak, kaca samping dijebol. Penumpang Transjakarta yang berada di halte menjerit. Saat polisi datang membantu, sopir-sopir Go-Jek itu kabur.
83 Diamankan
Sementara itu, Wakapolda Metro Jaya Brigjen Nandang Jumantara mengatakan, sebanyak 83 orang diamankan akibat ricuh tersebut. Satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka pengrusakan.
"Sekarang ini yang kita proses yang sudah mengarah ke tersangka ada satu, yang lainnya masih dalam proses dan itu bisa bertambah," sambungnya.
Nandang menambahkan, tersangka itu dikenakan pasal 170 KUHP tentang pengrusakan. Kepolisian juga sudah memiliki alat bukti dalam menetapkan satu tersangka itu. "(Alat bukti)Macam-macam, ada batu, ada pecahan kaca dan sebagainya," ujarnya.
Sejauh ini, pihaknya belum menemukan adanya indikasi provokator dalam demo ricuh hari ini."Tidak ada (provokator), sementara ini mereka-mereka saja," ujarnya. Menyikapi tututan itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak mempermasalahkan transportasi publik menggunakan pelat hitam. Namun ada beberapa persyaratan yang harus diikuti transportasi berbasis aplikasi tersebut.
"Ya boleh, kalau mobilnya itu sifatnya rental bukan yang keliling di jalan. Aplikasi berdasarkan reservasi boleh saja pelat hitam, tapi di-kir harus ada izin operasi dan sebagainya," ujar Menhub Ignasius Jonan.
Jonan mengatakan tidak ada masalah jika perusahaan transportasi menggunakan sistem aplikasi dalam menjalankan usahanya. Soal legalitas perusahaan terebut, Jonan meminta agar semua persyaratan harus diikuti seperti telah memiliki badan hukum.
Rupanya, kebijakan itu belum bisa diterima Persatuan Pengemudi Angkutan Darat (PPAD). Mereka bahkan balik mengancam, akan melakukan mogok nasional jika perusahaan angkutan aplikasi seperti Uber dan GrabCar tidak ditutup.
Menurut Humas PPAD Suharto, kebijakan Menhub tersebut dinilai merugikan anggota PPAD di lapangan. "Kami akan melakukan aksi nasional, di Lombok besok akan aksi yang sama untuk tutup Grab dan Uber," jelas Suharto.
Suharto memberi penjelasan, bahwa Uber dan Grab ada koperasi. Jadi, diberi alasan yang bisa menutup gubernur atau Menhub.
"Ini aneh ada perusahaan ilegal tapi nggak bisa nutup. Kami minta konsolidasi dari perusahaan perusahaan taksi agar tidak bergerak lagi pada hari nanti," tambahnya. (bbs, kom, dtc, ral, sis)