Sukses Sebuah Pilihan
Ujian Akhir Sekolah sudah dimulai seluruh Indonesia untuk tingkat sekolah lanjutan menengah atas, dan tidak lama akan menyusul ujian nasional yang merupakan agenda tahunan yang akan digelar pada tanggal 4 April mendatang.
Semua anak didik berusaha belajar dan berdoa untuk sukses dalam ujian, tidak hanya peserta didiknya saja, akan tetapi semua orangtua dan masyarakat juga berdoa agar peserta didik dalam melaksanakan ujian ini sukses sesuai dengan apa yang diinginkan.
Kebanyakan diri kita menganggap bahwa sukses atau lulus ujian, merupakan takdir Allah yang ditetapkan pada diri kita. Demikian pula bahwa kegagalan adalah takdir yang ditetapkan oleh Allah untuknya.
Secara prinsip penulis setuju dengan pendapat ini, namun tentu saja kita tidak boleh berpikir hanya sampai disitu saja. Sebab jika demikian cara berpikir kita, pada akhirnya akan berakibat pada dua hal, pertama, akan menyalahkan Allah kalau ketetapannya berupa kegagalan dan tidak sesuai dengan harapan.
Kedua, akan melahirkan seorang fatalis (orang yang mudah menyerah pada nasib), mudah putus asa, serta bersikpa malas-malasan. Sebenarnya sukses dan gagal adalah sebuah pilihan, yaitu apakah kita mau memilih jalan sukses atau jalan gagal.
Sukses dan gagal adalah pilihan masing-masing individu dan hal itu ditentukan oleh sikap kita masing-masing. Karena sukses dan gagal memiliki jalan masing-masing. Sukses adalah sebuah jalan yang dibuat oleh mereka yang berketetapan untuk sukses melalui sikap dan perilaku yang positif yang ditampilkan dalam menjalani kehidupan dan mewujudkan apa-apa yang diharapkan.
Sebagaimana misalnya dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa terdapat 20 karakter sukses yang ditampilkan oleh mereka yang berhasil dalam menjalani hidup dalam hal dunia bisnis, para CEO para pemimpin tertinggi perusahaan.
Kedua puluh karakter sukses misalnya antara lain jujur, berpandangan jauh ke depan, inspiratif, kompeten, adil, mendukung, berpikiran luas, cerdas, terus terang, berani, bisa diandalkan, bisa bekerja sama, kreatif, peduli pada orang lain, tegas, matang, berambisi, loyal, mampu mengendalikan diri, dan independen.
Hal tersebut menandakan bahwa sukses adalah sebuah jalan yang telah dibuat oleh mereka yang telah menggapai sukses. Sehingga siapa saja yang berkeinginan untuk sukses cukup mengikuti jalan yang telah dicontohkan dan dibuat oleh mereka yang telah sukses tersebut.
Demikian pula dengan kegagalan. Gagal adalah hasil dari sebuah sikap hidup. Melalui cara berpikir yang negatif, sikap perilaku negatif, menutup diri, bermalas-malasan, pesimis, dan sebagainya, adalah jalan yang telah diinformasikan oleh mereka yang pernah mengalami kegagalan. Sehingga penulis berkeyakinan bahwa sukses dan gagal adalah sebuah pilihan hidup.
Hal ini sebagaimana firman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar Ra’du: 11). Berdasarkan firman Allah SWT, tersebut di atas kita mengetahui bahwa hidup dengan segala konsekuensinya adalah suatu pilihan individu.
Demikian pula Allah menciptakan realitas dan lingkungan yang dapat mendukung tercapainya sukses.
Demikian pula Allah menciptakan berbagai peluang untuk menggapai sukses tersebut. Sekarang persoalannya apakah kita lebih memilih jalan sukses atau gagal? Apakah kita bersedia mengoptimalkan potensi yang ada atau mendiamkannya sehingga menjadi impotensi? Apakah kita juga bersedia mengoptimalkan lingkungan untuk kepentingan sukses kita? apakah kita bersedia memanfaatkan segala peluang yang ada untuk tujuan sukses kita? Kemudian Allah serahkan pada masing-masing diri, untuk memilihnya.
Sebagaimana dalam firman-Nya, "Sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar Ra’du:11). Saya memahami bahwa takdir adalah ujung dari sebuah usaha maksimal dan optimal. Kita biasanya terlalu cepat menyerahkan semuanya pada takdir sehingga kita cenderung menjadi fatalis.
Padahal sesungguhnya, di setiap ujung usaha itu barulah ada takdir. Takdir adalah hasil dari sebuah proses maksimal yang kita lakukan. Kita jangan pernah mengatakan bahwa itu adalah takdir Allah, sementara usaha yang kita lakukan belum maksimal dan optimal. Kita tidak boleh menyerah pada nasib dan takdir jika kita belum mencoba dan berupaya dengan sekeras mungkin.
Jangan pernah menyerah selangkah pun, karena kebanyakan orang gagal tidak menyadari betapa dekatnya mereka ke titik sukses saat mereka menyatakan menyerah. Ingatlah, bahwa semua ada pada ketetapan diri kita untuk mencapainya. Sebagaimana dikatakan oleh Epictetus, filsuf Yunani kuno dalam Akh. Muwafik Saleh (2011): “First say to your self what you would be and then do what you have to do”.
Artinya, bahwa realitas hasil (takdir), apakah keberhasilan atau kegagalan merupakan hasil dari sebuah proses panjang. Dalam setiap proses, di situlah takdir itu Allah tetapkan, dan hasil akhir (takdir) adalah hasil dari proses atau upaya yang kita lakukan secara terus menerus dan maksimal. Namun adakalanya kita sudah berusaha maksimal, namun masih juga gagal.
Ini artinya, kita belum melaksanakan suatu hal secara sempurna , atau masih ada hal yang kurang, atau bisa saja salah dalam menyikapinya. Karena bisa jadi antara upaya yang kita lakukan dengan harga dari sebuah keberhasilan yang ditetapkan oleh Allah atas apa yang kita harapkan itu masih dianggap belum cukup menurut Allah. Sebab yang menetapkan harga keberhasilan adalah Allah.
Oleh karena itu, maka bergeraklah terus jangan pernah berhenti, di saat anda telah sampai di langkah yang ke-99, dan anda terasa mulai jenuh serta memutuskan untuk berhenti, maka ingatlah, bisa jadi satu langkah ke depan (langkah ke 100) adalah langkah sukses anda, demikian seterusnya, inilah takdir, sebuah konsep untuk menjadikan diri anda dinamis.
Kuncinya adalah bahwa sukses adalah sebuah pilihan. Apakah anda berhenti pada saat belum mencapainya (gagal) atau anda akan terus melangkah hingga tercapai apa yang anda inginkan.***
Guru SMAN 1 Tebing Tinggi, Meranti