Harga Minyak Anjlok Dongkrak Surplus Neraca Perdagangan RI
Jakarta (riaumandiri.co)-Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$1,14 miliar pada Februari 2016.
Surplus ini meningkat tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$50,6 juta.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, tren surplus masih berlangsung akibat anjloknya harga minyak dunia yang mengakibatkan nilai impor migas juga ikut turun. Tercatat, impor migas secara bulanan (month-to-month) turun 8,79 persen, dari US$ 1,22 miliar menjadi US$1,11 miliar.
"Kita bisa mencatatkan surplus karena ada perbedaan di ekspor-impor migas. Secara nilai, kami mencatat peningkatan ekspor migas sebesar 0,47 persen month-to-month, tapi di waktu bersamaan impor migas malah berkurang 8,79 persen," jelas Suryamin, Selasa (15/3).
Kendati secara nilai turun, Suryamin menilai, Indonesia mampu memanfaatkan pelemahan harga minyak dunia untuk membeli minyak mentah dalam jumlah banyak. Pasalnya, volume impor migas meningkat 1,72 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Pada saat yang bersamaan, lanjutnya, nilai ekspor migas juga mengalami peningkatan 2,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya, karena dipicu oleh peningkatan volume ekspor minyak mentah (crude oil) yang sebesar 42,02 persen. Apabila dibandingkan dengan Februari 2015 (year-on-year), volume ekspor migas naik 6,22 persen, dari 1,02 juta ton menjadi 1,45 juta ton pada Februari 2016.
"Setelah kami telusuri dan berdiskusi, ternyata ada penambahan ekspor dari lapangan produksi milik PT Pertamina (Persero) di dalam negeri," ujarnya.
Selain impor migas, Suryamin mengatakan impor non-migas juga mengalami penurunan sebesar 2,13 persen, dari US$ 9,25 miliar pada Januari menjadi US$ 9,05 miliar pada bulan berikutnya. Akibat penurunan kedua golongan impor tersebut, surplus neraca perdagangan pada Februari tahun ini merupakan surplus tertinggi dibandingkan surplus Februari tahun-tahun sebelumnya.
BPS mencatat, Indonesia pernah mengalami surplus US$ 843,4 juta pada Februari 2014 dan US$ 662,7 juta pada Februari 2015. Namun, Suryamin mengatakan Indonesia jangan terlalu terlena dengan surplus saat ini yang masih dipengaruhi oleh kondisi eksternal.
"Ke depannya, Indonesia harus sudah bisa mengekspor barang yang memiliki nilai tambah. Kabar baiknya, ekspor barang manufaktur meningkat 11,21 persen month-to-month, sehingga kalau ini bisa berlangsung seterusnya akan berdampak sangat baik ke neraca perdagangan dalam jangka panjang," terangnya.
Statistik menunjukkan, nilai ekspor Februari meningkat 7,8 persen secara bulanan, dari US$10,48 miliar pada Januari menjadi US$11,30 miliar. Sementara itu, impor barang turun sebesar 2,91 persen, dari US$10,47 miliar menjadi US$10,16 miliar sehingga menciptakan selisih positif atau surplus US$1,14 miliar.
Impor migas tercatat mengambil porsi 10,92 persen dari seluruh impor Februari. Sedangkan, ekspor migas berkontribusi sebesar 9,82 persen dari total ekspor Indonesia pada periode yang sama. (cnn/mel)