Ratifikasi Ekstradisi dengan PNG dan Vietnam Dikebut
Jakarta (HR)- Komisi I DPR menggelar rapat kerja dengan pemerintah terkait RUU Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara RI dengan Papua Nugini dan Vietnam. Menkumham Yasonna Laoly yang mewakili pemerintah mengakui bahwa salah satu fokus dari ratifikasi ini adalah terkait buronan perkara hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.
"Indonesia itu 820 kmnya berbatasan dengan negara lain. Sekarang ada Djoko Tjandra, bisa juga yang lain. Banyak teman-teman dari OPM yang berbatasan. Ini sangat penting buat kita. Barangkali, konsentrasi termasuk Djoko Tjandra," kata Yasonna.
Hal itu dia sampaikan kepada wartawan di sela-sela rapat bersama Komisi I DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/2). Di rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais ini, hadir pula Wamenlu AM Fachri.
Djoko Tjandra diketahui telah menjadi warga negara PNG ketika dirinya melanggar imigrasi saat proses perubahan kewarganegaraan. Meski Djoko Tjandra menjadi salah satu fokus, namun Yasonna menampik anggapan bahwa ratifikasi perjanjian ekstradisi ini untuk dia seorang.
"Bukan, biasanya ekstradisi antar negara, yang dekat berbatasan dengan kita. Potensi akan datang, orang lari kesana juga akan bisa," ungkap politikus PDIP ini.
Bila DPR sudah meratifikasi perjanjian ekstradisi ini, maka giliran Kejagung yang menindaklanjuti. Selain Papua Nugini, yang akan diratifikasi juga perjanjian ekstradisi dengan Vietnam.
Semua fraksi sepakat untuk membahas Rancangan UU tentang eks tradisi Indonesia dengan Papua Niugini dan Vietnam ini agar segera disahkan menjadi UU. Para pelaku kejahatan, termasuk pelaku korupsi akan makin sulit melarikan diri ke luar negeri.
"RUU ini untuk penegakan hukum lintas negara, terutama korupsi dan kejahatan terorganisasi lainnya," kata anggota Fraksi NasDem Supriyadin saat rapat.
Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais mengakui bahwa urgensi dari ratifikasi perjanjian ekstradisi ini untuk menjerat pelaku korupsi. RUU ini pun diharapkan bisa disahkan pada masa sidang kedua yang berakhir pada 18 Februari 2015.
"Ada koruptor. Djoko Tjandra lari ke sana (Papua Nugini). Terlihat sumir dan fishy. Kalau ada ekstradisi di Papua Nugini, Ini cara kita memburu. Mungkin diberi warga negara di sana, asetnya ditanam di sana, itu kan harus kita ambil," ucap Hanafi. (anl/ivi)