Februari, Riau Deflasi 0,34 Persen
PEKANBARU (riaumandiri.co)-Selama Februari tahun ini, pertumbuhan ekonomi di Riau mengalami deflasi sebesar 0,34 persen. Ini tertinggi dibandingkan secara nasional deflasi berada pada 0,09 persen.
Adapun faktor pemicunya disebabkan karena terjadinya kenaikan harga cabe merah, yang memberikan andil terbesar diangka 0,40 persen.
Demikian diungkapkan Kepala Badan Pusat Statistik Riau Mawardi Arsyad, Selasa (1/3) di Kantor BPS Riau. Dikatakannya, dari 10 kota di Sumatera, deflasi tertinggi terjadi di Bandar Lampung, Pekanbaru dan Batam. Dengan faktor pemicu terdapat pada kelompok pengeluaran khususnya makanan. Diantaranya cabe merah, tarif listrik, bawang merah, daging ayam ras, bensin, telur ayam rad, batu bata, rawit, tomat dan lainnya.
Selain itu juga, harga ikan kembung juga mengalami kenaikan dengan peraentase dibandingkan bulan sebelumnya yakni 13,69 persen. Berdasarkan urutan deflasi Riau, kabupaten juga mengalami deflasi secara berurutan. Dengan diikuti Tembilahan berada pada urutan ke-11 dan Dumai urutan ke-16 di Sumatera.
Sementara dibandingkan secara nasional, dari 82 kota diantarabya 52 mengalami deflasi dan 30 mengalami inflasi.
"Inflasi tertinggi terjadi di Marauke yakni sebesar 2,95 persen, dan terendah di Sibolga, Bogor, Sumenep dan Makassar sebesar 0,02 persen. Serta inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan," jelas Mawardi.
Ditambahkannya, hal seperti ini tentu perlu ditindak lanjuti. Deflasi pada bulan Februari itu terjadi, karena masih banyak bahan makanan dan subsektor yang mengalami penurunan harga bahan pokok, sementara harga makanan jadinya, justru mengalami kenaikan yang sangat tinggi," kata Mawardi, Selasa 1 Maret 2016.
"Kita harapkan para pakar dan pengambil kebijakan, segera cari apa penyebab fenomena ini," pungkas Mawardi.
Sementara itu, lanjutnya perkembang ekspor di Riau juga mengalami penurunan sebesar 20, 85 persen. Kondisi ini nasih dipicu karena turunnya harga minyak mentah, yakni ekspor migas turun 3,45 persen dan non migas turun 25,35 persen.
Begitu pula halnya, nilai tukar petani justru mengalami kenaikan 1,21 persen. Kenaikan ini disebabkan karena kenaikan indeks harga uang diterima petani sebesar 1,54 persen, relatif lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yabg dibayarkab petani hanya 0,32 persen. (nie)