KPK Geledah Rumah Edison Marudut
PEKANBARU (riumandiri.co)-Sejumlah dokumen dan barang bukti disita penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dari rumah Edison Marudut Marsadauli Siahaan, salah seorang tersangka kasus dugaan suap alih fungsi lahan di Riau. Penggeledahan dilakukan Selasa (1/3), di rumah Edison yang berada di Jalan Sambu, Nomor 17 Pekanbaru.
Pantauan Haluan Riau, penggeledahan berlangsung tiga jam dimulai sejak pukul 09.00 WIB. Hasilnya, sejumlah dokumen dan barang bukti disita penyidik lembaga antirasuah tersebut. Di antaranya laptop dan satu map berisi dokumen. Barang bukti tersebut dikeluarkan dari rumah Edison di sela-sela proses penggeledahan.
"Belum selesai, belum selesai," ujar salah seorang penyidik KPK, saat keluar rumah.
Sesaat kemudian kedua penyidik tersebut kembali mendatangi rumah yang berada di kawasan komplek Pemda tersebut.
KPK
Keduanya langsung masuk ke dalam rumah. Kali ini mobil yang mereka tumpangi juga turut masuk diparkirkan di dalam rumah. Mobil Kijang Innova berwarna putih ini sebelumnya diparkir di luar rumah.
Tidak lama berselang, Penyidik KPK yang terlihat berjumlah lima orang tersebut keluar rumah secara bergantian. Di antara mereka ada yang membawa koper dan boks kardus yang diduga berisi berkas. Tidak ada satu katapun dari penyidik KPK terkait hasil penggeledahan tersebut.
Saat dikonfirmasi, Juru Bicara KPK, Yuyuk Andriati Iskak, membenarkan pihaknya melakukan penggeledahan di rumah tersangka Edison. "Benar hari ini (kemarin,red) dilakukan penggeledahan di rumah tersangka, Jalan Sambu, Pekanbaru. Dilakukan sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB," ujarnya melalui pesan singkat.
Dikatakan, penggeledahan tersebut dilakukan sebagai proses penyidikan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau Tahun 2014 di Kementerian Kehutanan.
Yuyuk juga membenarkan penyidik KPK menyita sejumlah dokumen terkait alih fungsi kawasan hutan tersebut. "Penyidik menyita sejumlah dokumen dari lokasi (rumah Edison,red) itu," tegasnya.
Ketika ditanya mengenai status tersangka, Yuyuk menegaskan sampai saat ini KPK belum melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan. "Belum ditahan. Dia baru ditetapkan sebagai tersangka tanggal 30 November 2015 lalu," pungkasnya.
Perlakuan Buruk
Di sela-sela penggeledahan tersebut, kejadian tak sewajarnya dialami wartawan yang meliput peristiwa itu. Perbuatan itu dilakukan seorang pria yang mengaku kerabat Direktur Utama PT Citra Hokiana Triutama tersebut.
Kejadian itu bermula saat seorang pria yang berbadan tambun masuk ke Jalan Sambu, lokasi rumah Edison, dengan menggunakan mobil jenis pick up double kabin dari arah Jalan Sumatera. Sang pria yang saat itu mengenakan kaos warna putih tersebut lantas memarkirkan kendaraannya tepat di depan pagar masuk rumah Edison.
Turun dari mobil, ia lantas membentak wartawan dengan nada sedikit meninggi. "Ada apa ini ramai-ramai," ujarnya di hadapan kerumunan wartawan.
Dia kemudian masuk ke dalam rumah, dan kembali keluar setelah KPK selesai melakukan penggeledahan. Saat itulah, ia kembali menunjukkan sikap arogansinya terhadap wartawan. Ia lantas merekam seluruh wartawan yang sedang mengabadikan petugas KPK keluar rumah dengan kamera telepon genggamnya.
Seperti diketahui, Edison Marudut adalah tersangka ketiga dalam kasus dugaan suap tersebut. Dua lainnya, yakni Gulat Manurung dan Gubri nonaktif Maamun, telah dijatuhi hukuman dalam kasus ini.
Edison diduga ikut memberikan janji atau hadiah kepada pejabat Kementerian Kehutanan terkait pengajuan revisi SK 673/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan pada 2014 lalu.
Edison yang merupakan Direktur Utama PT Citra Hokiana Triutama, terseret dalam pengembangan kasus yang sudah membuat mantan Gubernur Riau Annas Maamun dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Dalam kasus ini, Edison disangka menyuap Annas Maamun sebesar Rp 500 juta agar diloloskan mengikuti proyek PU Pemprov Riau. Edison bersama Gulat Manurung, diduga memberi uang senilai Rp2 miliar kepada Annas Maamun. Uang tersebut merupakan permintaan langsung dari Annas dengan dalih untuk memuluskan revisi surat perubahan kawasan hutan di DPR. Annas meminta Rp2,9 miliar namun Edison dan Gulat hanya menyanggupi Rp2 miliar.
Atas perbuatannya, Edison disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Terkuaknya kasus ini bermula saat Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun tertangkap tangan menerima uang Rp2 miliar dari Gulat Manurung yang juga Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau. (dod, mg4)