Petani Karet Terus Mengeluh
BANGKINANG (riaumandiri.co)-Belum stabilnya harga komoditi karet di Kabupaten Kampar, membuat masyarakat beralih profesi. Seperti pengakuan Fahmi (29), warga Desa Lubuk Agung, Kecamatan III Koto Kampar. Ia lebih memilih bercocok tanam sayur-sayuran di kebun miliknya.
"Kalau karet saja tidak bisa menopang kebutuhan kita, makanya saya memilih untuk berkebun juga, seperti menanam aneka sayur seperti bayam dan juga jagung," ujarnya saat ditemui di rumahnya, Jumat (26/2).
Turunnya harga karet juga dirasakan Rio (26), warga Lubuk Agung ini berencana mengganti kebut karet miliknya ke tanaman sawit.
"Kalau harga karet ini Rp5 ribu per kilogramnya, kita petani karet bisa apa. Mau tidak mau kita akan cari kerjaan lain, atau jika karet ini tidak ada harganya lagi lebih baik kita ganti sawit saja," ujarnya.
Lebih lanjut Rio mengisahkan, masyarakat Lubuk Agung sudah sekitar 15 tahun hidup dari hasil perkebunan karet.
"Rata-rata masyarakat di sini punya kebun karet semua, kalau kita ingat harga karet yang pernah mencapai Rp17 ribu per kilo dibanding sekarang yang hanya Rp5 ribu malah ada yang di bawah itu, tentu kita sangat merasa kecewa dan perihatin terhadap nasib kita," tambahnya.
"Kita berharap Pak Jokowi bisa peduli terhadap nasib para petani karet, dengan menjadikan harga karet mahal kembali atau memberikan bantuan kepada masyarakat agar masyarakat bisa membuat usaha lain," harap Rio.
Tak Bisa
Menanggapi keluhan masyarakat terhadap merosotnya harga karet, Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar mengaku tidak bisa berbuat banyak.
"Kita sampai saat ini belum bisa menyimpulkan kenapa harga sawit ini belum juga naik, kiat hanya bisa berharap semoga keadaan ini tidak berlangsung lama," ujar Bagian Informasi Pasar Dinas Perkebunan Kampar, Afrizal.(mg2)