Himpunan Nelayan Purseseine Mengadu ke Komsi IV
JAKARTA (riaumandiri.co) - Himpuan Nelayan Purseseine Nusantara (HNPN), mengadu ke Komisi IV DPR dalam rapat masa persidangan III tahun, Kamis (25/2/2016) untuk menyatakan keberatannya terhadap kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dalam rapat itu, HNPN menyampaikan ke Komisi IV terkait tiga kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang memberatkan pelaku usaha di sektor kelautan.
Pertama, pengurusan perpanjangan surat izin penangkapan yang lebih dari 3 bulan. Kedua, PP No 75/2015 tentang pendapatan negara bukan pajak dibidang perikanan yang memberatkan nelayan dan para pelaku usaha yang mencapai 1000 persen. Ketiga surat edaran dirjen perikanan tangkap, No.B.1234/DJPT/PT.410.D4/31/12/2015, permohonan SIUP/SIPI/SIKPI yang tidak boleh lebih dari 150 GT.
Ketua HNPN, James Then, menilai pengurusan perpanjangan surat izin penangkapan yang lebih dari 3 bulan tidak sesuai dengan SOP 21 hari kerja. Sedangkan, Peraturan Pemerintah No 75/2015, menurutnya sangat memberatkan nelayan dan tidak sesuai dengan visi misi presiden dalam meningkatkan iklim investasi di sektor kelautan.
"Bulshit itu, katanya mau meningkatkan investasi, kalau gini malah kita dibuat mati," ujarnya, kepada riaumandiri.co, Kamis (25/2/2016) usai rapat dengan anggota DPR Komisi IV.
Lanjut James, PP tersebut juga mengakibatkan kenaikan royalti PNPB yang sangat memberatkan dan membingungkan nelayan, "Kami asosiasi nelayan sebagai pelaku usaha menyatakan tidak sanggup membayar Pungutan Usaha Perikanan dan harus membayar dimuka," ujarnya.
Sementara, surat edaran dirjen perikanan tangkap, James menilai kontraproduktif dengan keanggotaan Indonesia di IOTC dan WCFPC, meski sudah membayar iuran.
"Untuk itu kami dari himpunan nelayan sangat mengharapkan perhatian dari anggota DPR agar dicari jalan keluarnya untuk melindungi nelayan," pintanya kepada anggota DPR Komisi IV untuk mencarikan solusi dari kebijakan tersebut. (*)