KPK Tangkap Tangan Oknum Pejabat MA
Jakarta (riaumandiri.co)-KPK menangkap seorang oknum di jajaran Mahkamah Agung, selain mengamankan lima orang lainnya saat operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta.
KPK mengamankan dan menetapkan Kepala Sub Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung (MA) ATS sebagai tersangka dugaan penerimaan suap terkait permintaan penundaan salinan putusan kasasi suatu perkara.
KPK
"Setelah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara, penyidik memutuskan untuk meningkatkan status ke tahap penyidikan dengan tiga tersangka yaitu ATS, ALE dan IS," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Hukum KPK Yuyuk Andriati dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Sabtu.
KPK tak hanya mengamankan uang Rp400 juta yang diterima Kasubdit Kasasi Perdata Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna dari Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA), Ichsan Suaidi.
Penyidik KPK juga turut mengamankan sebuah koper yang berisi uang dari kediaman Andri saat Operasi Tangkap Tangan (OTT).
"Baru Rp400 juta, tetapi kemudian ketika ditangkap di rumahnya ATS (Andri) ditemukan bersama Rp400 juta uang lainnya di koper," katanya.
KPK belum bisa memastikan berapa jumlah uang di dalam koper yang ditemukan di rumah pejabat MA itu. Menurut dia, uang tersebut masih dalam proses penghitungan penyidik.
"Mengenai itu masih dalam penghitungan sementara, yang disampaikan kejadian OTT semalam," lanjut dia.
Setelah diperiksa, penyidik KPK meningkatkan dugaan suap tersebut ke tahap penyidikan. Andri, Ichsan dan Awang masing-masing telah ditetapkan sebagai tersangka.
Terhadap ATS disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan kepada IS dan ALE disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
"Pemberian terkait dengan permintaan penundaan salinan putusan kasasi sebuah perkara dengan terdakwa IS," tambah Yuyuk.
Suap yang diduga diberikan oleh IS adalah sebanyak Rp400 juta. "Saat ditangkap juga ditemukan uang Rp400 juta dalam paper bag dan ada juga uang lain dalam satu koper tapi uang di dalam koper masih dalam perhitungan," ungkap Yuyuk.
Uang tersebut menurut Yuyuk juga akan melakukan koordinasi dengan pimpinan MA terkait penangkapan ini. "Pimpinan KPK akan melakukan koordinasi dengan pimpinan MA terkait penangkapan pejabat MA ini," jelasnya.
Selain uang, KPK juga menyita mobil Honda Mobilio warna silver dan Toyota Camry silver dari penangkapan yang terjadi di kawasan Gading Serpong Tangerang.
Ichsan Suaidi adalah Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) yang pada 13 November 2014 oleh majelis kasasi dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek pembangunan dermaga Pelabuhan Labuhan Haji di Kabupaten Lombok Timur dan dijatuhi pidana selama 1,5 tahun penjara dan uang pengganti Rp3,195 juta.
Putusan itu dikeluarkan oleh Ketua Hakim Sutarno dan anggota hakim Edward Samosir dan Mohammad Idris M Amin.
Secara terpisah, Kepala Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan bahwa AS telah bekerja di MA selama 15 hingga 20 tahun. MA akan menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada penegak hukum.
Namun, menurut Ridwan, dalam standard operational procedure (SOP) yang dimiliki MA, jika ada staf yang tertangkap tangan dan dilanjutkan dengan penahanan, maka akan dikeluarkan surat keputusan pemberhentian sementara.
Jika yang bersangkutan bukan hakim, surat pemberhentian sementara akan diberikan oleh sekretaris MA. "Dia (AS) nonhakim, sudah lama bekerja di MA," tuturnya.
KY Prihatin
Menanggapi persoalan tersebut, Komisi Yudisial mengaku prihatin dan menyayangkan adanya penangkapan salah satu aparat pengadilan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Komisioner KY, Farid Wajdi menuturkan, penangkapan tersebut membuat kinerja lembaga peradilan semakin tercoreng akibat ulah oknum itu.
"Sebab di tengah keingin dan usaha banyak pihak dalam membenahi dunia peradilan, kinerja lembaga kembali tercoreng dan kepercayaan publik akan semakin tergerus," ujar Farid.
Ia menambahkan, peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh aparat pengadilan untuk lebih profesional.
Selain merupakan kewajiban, pada dasarnya pengawasan terhadap aparat pengadilan juga tidak pernah tidur dan terus berjalan.
"Harus menjadi pelajaran bagi seluruh aparat pengadilan lainnya untuk lebih profesional dan menjaga integritas tanpa kecuali dalam menjalankan tugas," ujarnya.
Farid meyakini Mahkamah Agung akan menindaklanjuti peristiwa ini sesuai aturan undang-undang sekaligus dilakukan pembenahan internal pengadilan yang lebih intens.(kcm/ant/rep/vvc/dar)