Ical: Penguasa tak Mau Saya Pimpin Golkar
JAKARTA (riaumandiri.co)-Aburizal Bakrie memastikan bahwa dirinya tidak akan maju lagi sebagai calon ketua umum Partai Golkar, dalam
Ical
Munas Partai Golkar X mendatang. Setelah sempat menjadi teka-teki, Ical, demikian panggilan akrabnya, akhirnya buka suara.
Menurutnya, ia tidak mau maju menjadi calon ketua umum, karena ada penguasa yang tidak ingin ia memimpin partai berlambang pohon beringin tersebut.
Langkah yang ditempuh Ical memang cukup berliku. Setahun lebih 'bertarung' di jalur hukum untuk memperjuangkan keabsahan Munas Partai Golkar di Bali, dia akhirnya mengikuti saran pemerintah, menggelar Munas untuk menyelesaikan konflik partai yang dia pimpin.
Namun yang mengundang rasa ingin tahu, adalah sikapnya yang memutuskan tidak akan mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Padahal secara Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar, tak ada larangan Ical untuk maju sebagai calon ketua umum. Apalagi secara politik, peluang Ical melanjutkan kepemimpinannya sangat besar karena ia adalah petahana.
Ical akhirnya blak-blakan. Ia mengaku sudah berusaha semaksimal mungkin memperjuangkan, keabsahan Munas Bali melalui jalur hukum. Apa daya, Ical merasa saat ini politik masih berada di atas hukum. Meski sudah mendapat kemenangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, PTUN, Pengadilan Tinggi Jakarta, pemerintah tak juga mengesahkan kepengurusan Munas Bali.
DPP Golkar pimpinan Ical juga masih menunggu proses kasasi di Mahkamah Agung. Belum juga MA mengeluarkan putusan. Menurut Ical, ia tak ingin Golkar bakal senasib dengan Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Djan Faridz.
"PPP (Djan Faridz) keputusan MA sudah keluar 5 bulan disahkan nggak? Nggak disahkan kan. Karena hukum belum menjadi panglima. Keputusan MA tak diikuti oleh mereka (pemerintah)," ujarnya, Kamis (11/2).
Konflik Golkar, kata Ical, bukan sekadar masalah hukum, melainkan politik. Dan sayangnya, menurut dia, di negeri ini hukum belum menjadi panglima. "Politik kan mau-maunya orang, orang yang kuasa itu urusan politik," kata Ical.
"Penguasa, setiap orang punya ukuran. Saya punya ukuran, penguasa punya ukuran. Penguasa tidak mau ARB (Ical pimpin Golkar)," tambah Ical.
Meski akhirnya menggelar Munaslub Golkar dan tak menunggu keputusan Mahkamah Agung, Ical membantah menyerah dan kalah. "Kok menyerah sih? Siapa bilang menyerah. Cari jalan. Kalau menyerah, tidur, itu menyerah. Cari jalan bagaimana Golkar bisa ikut pilkada 2017," kata Ical.
Yang jelas, pernyataan Ical bahwa penguasa tak mau dia memimpin Golkar mengundang sejumlah pertanyaan. Pasalnya politisi senior Golkar yang juga Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) aktif mendamaikan kubu Ical saat masih berkonflik dengan kelompok Agung Laksono.
Atas kiprah JK juga akhirnya kubu Agung Laksono dan Ical mau 'damai' dan sepakat menggelar Munas luar biasa, yang belakangan berubah menjadi Munas X. Saat Golkar kubu Ical menggelar rapat pimpinan nasional (Rapimnas) di Jakarta Convention Center pada 23 Januari 2016 lalu perwakilan pemerintah turut hadir.
Pejabat yang hadir adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan dan Menkumham Yasonna Laoly. Lalu siapa penguasa yang tak mau Ical pimpin Golkar?
Hingga akhir pembicaraan, Ical juga tak bersedia menyebut siapa penguasa yang dimaksud. "Anda pasti lebih tahu," kata Ical sambil tertawa lepas. (dtc, sis)