Sikap yang Bertolak Belakang
Jakarta (HR)-Ketika Komjen Pol BW menolak memenuhi panggilan KPK sebagai tersangka, sebaliknya tersangka BW justru menyatakan siap memenuhi pemanggilan penyidik.
Sikap yang bertolak belakang kedua unsur pimpinan institusi penegak hukum ini mengisi halaman media nasional, di penghujung Januari 2015.
Dikatakan pengacara Budi Gunawan, Fredrick Yunadi, yang mempersoalkan legalitas surat pemanggilan yang dibuat Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Frederick, proses pemanggilan terhadap kliennya tidak bisa didasari surat yang ditandangani orang yang mengaku sebagai penyidik.
"Kalau dia sudah keluar dari kepolisian, apakah dia bisa menamakan diri sebagai penyidik?" kata Frederick, Sabtu, (31/1).
Menurut Fredrick, legalitas penyidik hendaknya merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2010. Aturan itu menyebut syarat pengangkatan penyidik. Diantaranya, ada syarat keharusan mengikuti sekolah reserse kriminal dan mendapat surat pengangkatan dari pejabat tingkat Kepala Kepolisian Resort.
"Dalam waktu dekat polri akan mengambil tindakan hukum terhadap mereka yang mengaku penyidik," kata Frederick.
Menurut Fredrick, legalitas surat itu merupakan salah satu alasan yang membuat kliennya enggan menghadiri pemanggilan KPK.
Frederick juga mendorong penyelesaian kasus ini menunggu putusan sidang praperadilan yang mereka ajukan terkait penetapan status tersangka terhadap Budi Gunawan.
"Kita tunggu saja putusan hakim. Saya kira kami sudah on the right track."
Agenda pemeriksaan Budi Gunawan kemarin Jumat, 30 januari, batal terlaksana. Calon Kepala Kepolisian RI yang tengah tersangkut dugaan kasus korupsi itu memilih mangkir dari pemanggilan.
Ini karena surat pemanggilan KPK dinilai cacat secara hukum. Lewat pengacaranya, Budi Gunawan juga berdalih sikap itu diambil lantaran dirinya tengah menempuh upaya hukum lewat gugatan praperadilan yang mempersoalkan penetapan status tersangka.
BW Siap
Sementara itu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, mengaku siap memenuhi panggilan penyidik pada pekan depan.
Selasa 3 Februari mendatang, Bambang akan diperiksa kembali penyidik mabes Polri itu terkait kasus mengarahkan kesaksian palsu di sidang MK dalam Pilkada Kotawaringin Barat, Kalteng pada 2010.
"Saya sudah menerima surat itu kemarin. Sebagai penegak hukum yang baik, saya akan mengikuti panggilan itu," kata Bambang usai menghadiri acara pengukuhan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Unair di Surabaya, Sabtu 31 Januari 2015.
Menghadapi gugatan itu, BW mempertanyakan perbedaan pasal sangkaan yang tercantum dalam surat pemanggilan kedua.
Bambang menyebutkan, meski bukan sangkaan baru, Polri kini menggunakan ayat. "Yang menarik surat pemanggilan itu merumuskan pasal yang berbeda dengan surat panggilan terdahulu," kata Bambang.
"Kalau dulu pasal 242 jo pasal 55, sekarang pasal 242 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 dan ayat 1 ke-2 KUHP. Surat panggilan itu berbeda dengan surat panggilan dalam kapasitas saya sebagai tersangka pada sebelumnya."
Penggunaan ayat itu persis dengan poin yang BW persoalkan. Sebab menurutnya, perumusan sangkaan terhadap seseorang secara generik tidak memiliki dasar.
"Jangan-jangan ini mengada-ada. Tapi ini harus saya ikuti karena saya dipanggil dan sebagai komitmen penegak hukum yang baik saya akan datang."
Bambang sempat ditangkap polisi pada 23 Januari 2015 pagi. Ini setelah Bambang dilaporkan politikus PDIP Sugianto Sabran pada 19 Januari 2015 hingga ditahan di Mabes Polri.
Namun sehari setelah ditangkap, Bambang akhirnya dilepaskan usai pimpinan KPK Adnan Pandu Praja dan sejumlah aktivis lembaga swadaya antikorupsi menemui Wakapolri Komjen Badrodin Haiti pada tengah malam.(tpc/yuk)