Pengusaha Jangan Anggap Pekerja sebagai Sapi Perahan
SELATPANJANG (riaumandiri.co)-Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kepulauan Meranti H Izhar menegaskan, buruh atau pekerja maupun karyawan yang terdapat di berbagai bidang usaha yang ada di Kepualuan Meranti, jangan dijadikan sebagai sapi perahan.
Pemahaman memposisikan buruh sebagai sapi perahan, jelas melanggar aturan hukum. Sebab pekerja atau buruh harus dilihat sebagai asset perusahaan yang mesti diperlakukan dengan adil.
Benar, jika buruh memang mengharapkan pekerjaan untuk mendapat upah atau gaji yang rutin. Apakah sebagai mingguan, atau bulanan. Walau pekerja yang menerima upah tersebut dari pengusaha, itu bukan berarti sebagai belaskasih, tapi itu karena jerih payah yang menjadi kewajiban pengusaha.
Untuk itu pengusaha yang pertama harus menerapkan ketentuan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah ditetapkan sebesar Rp2.160.000.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kepulauan Meranti H Izhar didampingi Kabid Tenaga Kerja Syafrudin KY, kepada Haluan Riau Rabu kemarin.
Dikatakan Izhar, sejauh ini ribuan buruh yang bekerja di berbagi bidang usaha itu terkesan masih diperlakukan semau perusahaan atau pengusahanya belaka. Belum sesuai dengan aturan baku UU Perburuhan dan ketentuan lain yang mengikat.
Dan anehnya jika pekerja protes kebijakan yang merugikan pekerja itu maka pengusaha akan menjatuhkan sanksi PHK sepihak.
Seperti kehidupan para buruh yang bekerja di kilang-kilang sagu yang justru tidak pernah terhubung dengan dunia luar. Dimana sejak masuk ke kilang, hingga dipulangkan ke tempat asalnya, pekerja diperlakukan semau pengusahanya saja.
Seperti keberadaan kilang sagu misalnya yang berada di pedalaman sungai, dan untuk menjangkau ke sana harus menggunakan kapal khusus.
Bahkan petugas yang hendak melakukan survey-pun tidak bisa menembusnya, karena banyaknya persimpangan di tengah selat untuk menuju lokasi.
Terhadap kondisi demikian inilah, perlakukan buruh sangat mem prihatinkan. Apalagi pekerja di kilang seperti itu sengaja didatangkan atau dari luar Meranti.
Kondisi ini menurut Kadis sengaja diciptakan untuk berbagai kepentingan menjaga kerahasiaan perusahaan.
Sebab puluhan bahkan ratusan anak-anak sungai yang terdapat di seluruh Kepulauan Meranti, dijadikan lokasi tempat pembangunan kilang-kilang dimaksud.
“Untuk itu kita hanya mengimbau kepada para pengusaha agar tidak memperlakukan pekerjanya sebagai sapi perahan. Tapi harus diperlakukan sesuai UU No 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan itu,”kata Izhar.***