Korupsi Kredit Fiktif senilai Rp54 M

Jaksa Minta Penyidik Gali Keterangan dari BI

Jaksa Minta Penyidik  Gali Keterangan dari BI

PEKANBARU (HR)-Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau diminta agar melengkapi berkas perkara kasus dugaan korupsi kredit fiktif yang disalurkan BNI 46 kepada Koperasi Karyawan Nusa Lima di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, dengan hasil investigasi dari Bank Indonesia.Demikian diungkapkan Syafril selaku Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Dikatakan Syafril, pihaknya telah mengembalikan berkas perkara ke Penyidik pada Kamis (21/1) kemarin.

Pengembalian berkas tersebut, kata Syafril, disertai dengan petunjuk yang diharus dilengkapi, atau dikenal dengan istilah P-19.

"Salah satu petunjuknya, kita meminta agar perkara ini diinvestigasi oleh dari Divisi Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia di Jakarta," ungkap Syafril kepada Haluan Riau, akhir pekan lalu.

Hal tersebut, lanjut Syafril, untuk mengetahui aliran dana dan ketentuan Surat Edaran yang dilanggar dalam pencairan kredit oleh BNI 46 sebesar Rp54 miliar. "Juga, untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban dari pihak memroses dan memutus kredit di bagian KKLK (Kredit Kepada Lembaga Keuangan,red)," lanjut Syafril.

Syafril juga menduga banyak pihak terlibat dalam perkara ini, baik dari pihak BNI 46 maupun dari Kopkar Nusa Lima PTPN V. "Kami (Jaksa,red) menduga, banyak pihak yang terlibat dalam perkara ini," tukasnya.

Saat ditanya, apakah pihak yang turut bertanggungjawab dalam perkara ini bisa sampai ke BNI 46 Kantor Pusat, Syafril tidak menampiknya. "Bisa jadi. Karena dana yang dicairkan sangat besar," pungkas Syafril.

Syafril menerangkan kalau M selaku Relation Officer (RO) pada SKC BNI 46 Pekanbaru saat itu, yang telah ditetapkan sebagai tersangka, diyakini tidak bekerja sendiri. M, menurutnya, dimungkinkan akan dimintaipertanggungjawabannya dalam pencairan Rp10 miliar dari Rp54 miliar yang dicairkan.

"Sisanya (sekitar Rp44 miliar,red), harus ada yang mempertanggungjawabkan. Seperti kasus yang dulu (kredit fiktif ke PT Barito Riau Jaya, red), kewenangan SKC itu di bawah Rp10 miliar. Di atas Rp10 miliar, kewenangan pejabat di atasnya (SKC BNI 46 Pekanbaru,red)," pungkas Syaril.

Seperti diwartakan sebelumnya, penyidik Polda Riau telah meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Penyidik juga telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), pada bulan Oktober 2015 lalu. Hal itu dilakukan setelah penyidik menemukan adanya tindak pidana dalam penyaluran kredit tersebut.

Dari informasi yang berhasil dihimpun di Mapolda Riau, dalam proses penyelidikan kasus ini, sejumlah pihak juga telah dimintaiketerangan, termasuk Ketua Kopkar Nusa Lima berinisial H. Pemeriksaannya dilakukan, Senin (23/2/2015) lalu.

Kopkar Nusa Lima adalah koperasi karyawan PTPN V Wilayah Riau. Dugaan kredit fiktif Rp54 miliar tersebut bermula pada tahun 2008 lalu, saat itu Kopkar Nusa Lima mengajukan kredit sebesar Rp54 miliar kepada BNI 46 Pekanbaru dengan agunan gaji karyawan. Pembayaran nantinya dilakukan melalui pemotongan gaji setiap tahun.

Dalam hal ini, diduga adanya penggelembungan nilai gaji karyawan. Digambarkan, gaji karyawan yang semula Rp2 juta dicantumkan dalam berkas pengajuan Rp4 juta. Setelah pengajuan diterima, untuk memuluskan kredit BNI menaikkan lagi menjadi Rp10 juta.

Meski mengatasnamakan karyawan PTPN V sebagai anggota kopkar, para anggota sendiri diduga tidak mengetahui adanya pengajuan ini. Karyawan tidak menerima kredit yang diajukan, begitu juga dengan pemotongan gaji yang dilakukan.

Belakangan dari penyelidikan didapati bahwa kredit yang diajukan itu dialihkan untuk membeli 700 hektare lahan di Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi dan Rokan Hulu. Lahan ini ditanami dan kemudian di
jual lagi.

Sebagian hasil penjualan digunakan untuk mengangsur kredit, sisanya digunakan pada kepentingan lain. Sementara seharusnya, pembayaran harusnya dilakukan dengan pemotongan gaji sesuai kredit
Akibat dari penyimpangan ini, berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp13 miliar lebih.***