Israel Minta Bantuan Tambahan dari AS
Jakarta (HR)-Pencabutan sejumlah sanksi internasional terhadap Iran pada akhir pekan lalu membuat Israel meradang dan bersumpah akan mengawasi jika Iran melakukan pelanggaran kesepakatan program nuklirnya. Israel juga mengupayakan peningkatan bantuan pertahanan militer dari Amerika Serikat.
Pencabutan sanksi terhadap Iran dilakukan menyusul pernyataan dari Badan Energi Atom Internasional, Sabtu (16/1) bahwa Iran telah mematuhi kesepakatan pembatasan program nuklirnya. Kesepakatan ini dicapai pada Juli lalu antara Iran dengan enam negara besar dunia, salah satunya Amerika Serikat.
Pencabutan sanksi terhadap Iran juga diikuti dengan pertukaran tahanan antara Iran dengan AS. Hal ini, menurut Presiden AS, Barack Obama, merupakan "keberhasilan diplomasi."
Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengkritik pencabutan sanksi ini.
"Kalau bukan karena upaya kita untuk menjadi ujung tombak sanksi dan menggagalkan program nuklir Iran, Iran pasti sudah memiliki senjata nuklir sejak lama," ujar Netanyahu, Minggu (17/1). Israel berpendapat, prospek Iran meluncurkan senjata nuklir mungkin saja tak terlihat saat ini, tertutupi sejumlah konflik lainnya. Seperti, ancaman Hizbullah, kelompok yang diduga kuat didukung Iran di Libanon.
Tetapi menajamnya konflik sektarian di Timur Tengah mendorong Israel untuk meminta peningkatan bantuan pertahanan hingga US$5 miliar per tahun. Paket bantuan AS ke Israel saat ini bernilai US$3 miliar per tahun, dan akan berakhir tahun depan.
Netanyahu menyatakan, perundingan terkait peningkatan bantuan kepada Israel itu kini memasuki tahap akhir.
"Hal ini penting sebagai bagian dari kebijakan tetap antara kami dan sekutu kami, Amerika Serikat, dan juga penting untuk menangkis ancaman regional. Ancaman paling berbahaya tentu saja dari Iran," ujar Netanyahu.
Para pejabat AS menilai, pemerintahan Obama nampaknya tidak akan dapat memenuhi permintaan pemerintah Netanyahu untuk meningkatkan bantuan. Namun, mereka menegaskan Washington berkomitmen terhadap keamanan Israel.(cnn/mel)