Gaji Direksi BUMD tak Pernah Dilaporkan
PEKANBARU (HR)-Fakta mengejutkan terkait keberadaan tujuh Badan Usaha Milik Daerah, diungkapkan Kepala Biro Ekonomi Setdaprov Riau, Syahrial. Menurutnya, sejak pertama kali berdiri pada tahun 2001 lalu, Pemprov Riau ternyata tak pernah menerima laporan gaji direktur utama, komisaris dan jajaran manajemen perusahaan plat merah tersebut.
Menurut Syahrial, selama ini Pemprov Riau hanya menerima laporan gaji di BUMD tersebut secara global saja. Tak pernah dirincikan berapa besar gaji perorangan yang diterima karyawan, hingga unsur pimpinan.
"Saya belum bisa menjawab berapa besar gaji mereka. Sejauh ini, baru PT PER yang sudah menyelesaikan RUPS. Jadi baru gaji mereka yang bisa diketahui setelah ditetapkan dari RUPS nanti. Sejauh ini Pemprov hanya menerima laporan keuangan dari mereka tanpa menyebutkan berapa besar gaji, hanya berbentuk global saja," ungkapnya, Selasa (12/1) di ruang kerjanya.
Barulah pada tahun 2015 ini, Pemprov Riau menerima laporan lengkap tentang gaji di BUMD tersebut. Itu pun baru satu BUMD, yakni PT PER. Karena itu, pihaknya tidak bisa memberi penjelasan, tentang gaji pimpinan di sejumlah BUMD milik Pemprov Riau tersebut. Menurutnya, hal itu baru bisa diketahui setelah seluruh BUMD menuntaskan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2015.
Ditegaskan Syafrial, apa yang telah dilakukan oleh PT PER dengan merasionalisasikan gaji pimpinan, tentunya harus diikuti BUMD yang lain. Karena sesuai Pergub Nomor 31 Tahun 2011, seluruh gaji akan ditetapkan dalam RUPS.
"Nanti semua BUMD harus merasionalisasikan gaji pimpinan termasuk karyawan. Besaran gaji yang akan diterima juga ada hitung-hitungannya, termasuk deviden yang telah diberikan kepada Pemprov. Semakin bagus penghasilan maka semakin besar pula gaji yang diterima," tegas Syafrial.
Surati BUMD
Menghadapi tahun 2016 ini, pihaknya juga sudah menyurati seluruh BUMD agar segera melakukan RUPS tahun buku 2015, terhitung mulai Januari hingga bulan Juni 2016 ini, seluruh BUMD harus menyelesaikan RUPS.
Dengan telah dilaksanakannya RUPS maka Pemprov Riau bisa menetapkan berapa besaran gaji yang diterima pimpinan dan karyawan BUMD. Selain itu, Pemprov Riau bisa melihat apakah dari hasil RUPS ini pimpinan di BUMD bisa dipertahankan atau diganti.
Karena sejauh ini, dari tujuh BUMD milik Pemprov Riau, hanya dua yang bisa memberikan deviden, yakni Bank Riau Kepri dan PT PER. Pada tahun 2015, BRK memberikan deviden sebesar Rp135 miliar dan PT PER Rp2,1 miliar.
Harus Profesional
Sementara itu, pengamat politik dan pemerintahan Riau, Ronny Basista, menilai, selama ini pemilihan pimpinan BUMD selalu kompleks dan tidak jarang menimbulkan keputusan yang kontroversial. Sebenarnya hal itu bisa dihindari, jika calon yang dipilih benar-benar profesional dan terlepas dan kepentingan mana pun.
"Namun tidak jarang, eksekutif menginginkan mereka yang bisa 'dipegang' jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Nah hal inilah yang selalu membuat pertimbangan pemilihan dirut BUMD itu berlarut-larut," ujarnya.
Jika melihat pengalaman dari daerah lain, banyak direktur BUMD yang terpilih atas penilaian objektif, pada akhirnya juga tidak dapat bekerja efektif. "Karena tidak jarang diintervensi kepala daerah khusus terkait yang di luar masalah teknis," tambahnya.
Jika kondisi itu masih berlangsung, maka akan sulit mengharapkan BUMD yang mampu bekerja optimal. "Yang terjadi, BUMD justru dijadikan salah satu tempat buangan anggaran belanja daerah," tambahnya.
Karena itu, komitmen Plt Gubri sangat penting untuk ditunggu, khususnya dalam pemilihan Dirut PT PER, yang proses seleksinya sudah tuntas dan tinggal menunggu keputusan Plt Gubri. "Kalau yang dipilih kesannya tidak kompeten, sebaiknya tak usah ada lagi proses seleksi, termasuk untuk BUMD lain," tandasnya.
Giliran PT PIR
Sebelumnya, salah satu anggota tim seleksi pimpinan BUMD Riau, Aherson, mengatakan, saat ini tim sudah mulai melakukan seleksi untuk Dirut PT Pengembangan Investasi Riau (PIR).
"Kalau untuk PT PER (Permodalan Ekonomi Rakyat, red), hasil seleksi berikut nama-namanya sudah diserahkan dan tinggal menunggu putusan Plt Gubri," ujarnya.
"Minggu depan, akan dilakukan pembukaan penerimaan calon direktur utama, nanti kita umumkan di media massa," tambahnya.
Sedangkan secara garis besar, proses pemilihannya tidak berbeda dengan PT PER. Untuk pendaftaran penerimaan calon dirut akan dilakukan selama 4-5 hari. Selajutnya tes administrasi dan tes kelayakan.
Sama halnya dengan PT PER, calon dirut PT PIR tersebut juga akan ditanya tentang komitmen dan kesediaan mereka terkait rasionalisasi gaji. Sebab, gaji dirut BUMD selama ini, dinilai tak sesuai dengan kondisi BUMD, karena dinilai terlalu besar.
Tak hanya itu, dalam waktu dekat ini Komisi C DPRD juga akan melakukan hearing dengan Bank Riau Kepri (BRK) menyangkut masalah gedung yang akan ditempati. Begitu pula dengan gaji dirut, Aherson menilai kondisinya juga tak jauh beda dengan BUMD lain.
"Memang agak sedikit gemuk gajinya. Di daerah lain, komisaris itu 50 persen dari gaji direksi. Sebaiknya memang dibandingkan dengan daerah lain," ujarnya.
Menurut, gaji dirut dan pimpinan lain di perbankan, seharusnya dibandingkan dengan total aset dan perputaran kredit.
"Semakin besar penghasilan bank itu maka semakin besar gaji yang didapat. Di Jawa Barat asetnya sudah Rp75 triliun dan direksinya memang sudah enam orang dan komisarisnya lima orang. Untuk Bank Riau Kepri, direksinya ada empat dan komisarisnya tiga orang. Sementara total asetnya Rp22 triliun," terang Aherson.
Kembali pada Syahrial, ia menuturkan, sejak didirikan tahun 2002 lalu, hingga tahun 2012 Pemprov Riau telah menyertakan modal sebesar Rp904 miliar lebih. Sementara deviden yang telah diterima hingga tahun 2015 sebesar Rp1,32 triliun lebih.
Sejauh ini PT Riau Petrolium sama sekali tidak pernah memberikan deviden dan hanya menerima suntikan dana saja dari APBD. Begitu juga dengan RAL, hanya pada tahun 2007 memberikan deviden sebesar Rp655 juta. Selebihnya RAL tidak pernah memberikan deviden.
BUMD lainnya, PT RIC dari tahun 2002-2006, 2008, 2014 dan 2015 tidak ada deviden, terakhir jumlah deviden sebesar Rp5 miliar lebih. PT SPR, dari tahun 2002-2010, 2013, 2014 dan 2015 tidak ada deviden, terakhir tahun 2011 sebesar Rp3 miliar dan 2012 sebesar Rp7 miliar. PT PER tahun 2002,2003 dan 2014 tidak ada deviden, terakhir deviden Rp15 miliar lebih.
Selanjutnya PT Jamkrida dari tahun 2003 sampai 2009 tidak ada deviden terakhir sebesar Rp3,7 miliar lebih. Sementara untuk perusahaan lain yang menerima penyertaan modal seperti BSP, Pemprov menerima deviden sebesar Rp200 miliar lebih sejak tahun 2011. PT Askrida sebesar Rp2,2 miliar lebih sejak tahun 2004. Dan terakhir Korpri sebesar Rp199 juta lebih sejak tahun 2012. ***