Pancasila dan Pendidikan Nasional
Dalam konteks Indonesia, pendidikan nasional dapat dikatakan sebagai pendidikan yang diselenggarakan pemerintah Negara Indonesia. Hal ini terlihat, pendidikan di Indonesia harus didasarkan pada Pancasila sebagai kepribadian bangsa. Pendidikan nasional pun harus mengacu dan berakar pada budaya bangsa yang berdasarkan Pancasila sebagai falsafah dan UUD 1945 sebagai konsititusi.
Pendidikan nasional yang berlandaskan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, disiplin, kerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan nasional memiliki ruang lingkup yang sangat luas dan beragam. Hal tersebut diaplikasikan melalui dunia pendidikan dan lingkungan akademis seperti sekolah dasar, sekolah menengah, dan perguruan tinggi. Masing-masing jenjang pendidikan memiliki kurikulum yang disesuaikan dengan tingkat kognitif, afektif, maupun psikomotor peserta didik.
Semua aplikasi dalam pendidikan tersebut dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Usaha pembentukan kehidupan bangsa yang berpotensi beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tersebut diwujudkan melalui pendidikan yang berdasarkan pada landasan Pancasila. Pancasila dalam pendidikan nasional secara khusus dibangun pada salah satu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam sejarahnya pada pemerintahan Presiden Soekarno, mata pelajaran ini dikenal dengan istilah Kewarganegaraan (1957) membahas cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan dan Civics (1961) lebih banyak membahas sejarah kebangkitan nasional, UUD 1945, pidato-pidato politik kenegaraan, terutama untuk nation and character building bangsa Indonesia. Lainnya halnya di era Orde Baru secara formal GBHN tahun 1973 hingga terakhir GBHN 1998 Pendidikan Pancasila dalam nama-nama mata pelajaran selalu silih berganti seperti Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Pendidikan Pendahuluan Bela Negara, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan P4 dengan tujuan pembentukan warga negara yang baik.
Dalam era reformasi, UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dimasukkan sebagai program pendidikan untuk membina peserta didik agar memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara programatik PKn ditujukan pada garapan akhir dalam usaha pembentukan warga negara yang baik (good citizen atau citizenship) sesuai dengan jiwa dan nilai Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah NKRI.
Dalam hal ini, pendidikan nasional Indonesia hendaknya diberi motivasi atas dasar ideologis Pancasila, baik secara ideologi negara maupun kepribadian bangsa. Dengan menempatkan Pancasila sebagai landasan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, berarti bangsa Indonesia telah mencanangkan pendidikan nasional yang karakteristik, berbeda dengan negara lain, yakni dengan memberikan label sebagai kepribadian bangsa, Pancasila. Meskipun demikian pendidikan nasional yang bernuansa Pancasila mestinya tidak hanya terdapat dalam mata pelajaran PKn.
Seluruh mata pelajaran yang ada dalam setiap jenjang pendidikan harus memuat nilai-nilai yang menghadapkan peserta didik terhadap pengamalan Pancasila. Hal tersebut dilakukan dengan memasukkan kriteria sikap yang harus diwujudkan siswa dalam setiap pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dikemas dengan kolaborasi antara kegiatan pembelajaran dengan sikap-sikap luhur Pancasila. Setiap pengajar berkewajiban mengontrol pelaksanaan dan pencapaian sikap individu belajar sebagai generasi bangsa yang berlandaskan Pancasila.
Namun, di sisi lain, jika diambil suatu pengibaratan sebuah hidangan, wadah adalah benda penting yang digunakan untuk menyajikan hidangan tersebut. Demikian halnya dengan pendidikan nasional, selain ragam mata pelajaran umum yang dijadikan sebagai tongkat penyambung Pancasila, PKn tetap memiliki kunci yang sangat besar dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, PKn tidak bisa ditawar dengan menggadaikan nilai-nilai Pancasila, tetapi justru harus memvitalisasi posisi Pancasila dalam kerangka pendidikan nasional. Konsep ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan tetap dilaksanakan dengan tidak memarjinalkan PKn sehingga mengelaburkan nilai-nilai Pancasila tersebut.
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dan Negara RI, serta sebagai ideologi terbuka harus digunakan sebagai wahana dan instrumen untuk menyeleksi nilai-nilai kehidupan tawaran globalisasi. Hal tersebut menjadi sumber filterisasi sehingga yang diterima bangsa adalah tawaran yang selaras dengan nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila sebagai ingredient pembangunan watak dan peradaban Indonesia yang bermartabat dalam konteks pluralitas Indonesia. Maka, dengan tegaknya Pancasila dalam pendidikan nasional akan membuka rahim generasi bangsa yang kuat sebagai upaya pembentukan warga negara yang baik dan cerdas menuju masyarakat madani yang demokratis. ***
Penulis adalah alumnus Pascasarjana Universitas Negeri Padang