Tahun Baru, Harapan Baru
Tahun telah berganti. Begitu pula dengan kepemimpinan di sebagian kabupaten kota di Provinsi Riau, yang telah sukses menggelar Pilkada serentak Desember kemarin. Seperti Kabupaten Bengkalis, Dumai, Kuansing dan Rokan Hulu.
Pergantian kepemimpinan sesuatu yang tak terelakkan, hanya persoalan waktu saja. Begitu pula bergantinya tahun adalah sesuatu yang alamiah, sering terulang dan bahkan hanya berlangsung beberapa detik.
Tradisi pergantian telah menjadi perhelatan penting dalam setiap penjuru dunia, pada intinya ingin berubah lebih baik, ada yang merasakannya dengan pesta pora, ada juga dengan zikir bersama meski hujan melanda. Pergantian waktu sekaligus kepemimpinan rupanya telah menjadi seragam dalam memori kita.
Bahwa ia adalah momentum melepas sekaligus mengharapkan. Kita tentu akan melepas yang lalu, tapi kita tak dapat menjemput yang akan datang, karena yang akan datang adalah juga yang terbuka. Masa depan adalah sesuatu yang terbuka sekaligus misteri.
Semua pasti telah saling bertanya tentang rencana pergantian dan pengharapan itu. Banyak hal yang dilakukan, ada yang memperlakukan momentum dengan ritual teologis, seperti zikir dan sebagainya. Ada pula yang melaksanakan diskusi dan pameran prestasi merefleksikan kehidupan yang telah lewat sekaligus memperkirakan masa depan. Demikian juga untaian doa serta harapan dipanjatkan kepada pemimpin baru yang telah mendapatkan mandat resmi dari rakyat. Potret buruk kepemimpinan politik masa lalu, tidak mutlak kesalahan sepenuhnya dialamatkan hanya kepada para kepala daerah saja, tapi juga ada kontribusi masyarakat di dalamnya karena masyarakatlah yang memilih mereka.
Ungkapan dari Ibnu Qayyim al-Jauziyah patut direnungkan, yaitu bahwa prilaku rakyat seakan-akan merupakan cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka.
Namun, jika rakyat berbuat zalim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zalim. Artinya, setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Seorang penguasa atau pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya.
Tinggal persoalan yang selalu dialami oleh mayoritas masyarakat berdasarkan pengalaman yang sudah adalah, tidak sedikit para pemimpin yang tak mampu menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya.
Sebagian besar mereka terjebak pada sikap pragmatisme absolut dan prilaku yang tidak sehat serta kurang terpuji, sehingga apa yang menjadi harapan masyarakat pada umumnya yang telah memberikan mandat kepada mereka kandas di tengah jalan. Seyogyanya, pengalaman masa lalu hendaklah menjadikan guru di masa depan. Sebab, dalam pandangan penulis, baik-buruknya suatu kaum amat ditentukan siapa pemimpinnya. ***