Kondisi Pariwisata Sumut Makin Terpuruk
MEDAN (HR)-Kondisi pariwisata di Sumut semakin terpuruk, karena tidak adanya inovasi iven di sektor pariwisata yang diselenggarakan Pemerintah Sumatera Utara.
“Banyak kegiatan yang diselenggarakan, tapi hanya bersifat seremonial,” ungkap anggota Komisi X DPR RI Sofyan Tan, pada acara diskusi Media and Partnership Gathering dengan tema “Peran Media dan Industri dalam mendorong pariwisata sebagai sektor unggulan yang diadakan Akademi Pariwisata Medan.
Turut hadir sebagai narasumber pada diskusi itu, Dosen Akpar Medan Iwan Riady, Kasat Binmas Polresta Medan Kompol Juliani Prihatini, dan GM Sakka Hotel Abbas Yunus. Sofyan Tan mengatakan, terpuruknya sektor pariwisata di Sumut dikarenakan beberapa hal. Di samping tidak adanya inovasi, juga dikarenakan tidak adanya rasa aman dan infrastruktur yang buruk.
“Saya masih melihat pola-pola lama, tidak ada inovasinya. Rasa aman dan infrastruktur juga jadi faktor. Lihat saja di bandara kita, di pintu-pintunya ada petugas bersenjata yang menjaga-jaga, itukan terkesan seolah-olah tidak aman. Belum lagi infrastruktur yang hampir di setiap tempat wisata masih dalam kondisi yang buruk,” ujarnya, Selasa (29/12).
Dikatakan, sebenarnya banyak kegiatan yang ditawarkan pemerintah pusat untuk daerah. Tapi, sayangnya daerah jarang sekali mengambil kesempatan itu, sehingga anggaran untuk sektor pariwisata di Sumut masih terbilang sedikit, hanya bekisar Rp2 miliar untuk Festival Danau Toba.
“Kenapa hanya sebesar itu, karena target yang diraih dari kegiatan Festival Danau Toba itu tidak ada. Sekarang, kita ingin jual Danau Toba tidak di dalam negeri saja, tapi juga di luar negeri. Tapi, tapi tidak ada satu pun yang fokus. Sebenarnya bisa saja fokus, misalnya berenang.
Tapi tidak ada, sehingga kita harus akui, nasib pariwisata di Sumut semakin terpuruk, karena tidak ada inovasinya dari birokrasi,” ungkapnya.
Padahal kata Sofyan Tan, potensi pariwisata di Sumut ini sangat besar. Tapi, pemerintah terkesan tidak memiliki kepedulian. Selain kebanyakan wisatawan yang hadir hanya dari lokal, banyak iven yang juga dibatali tiba-tiba.
“Jadi mau bagaimana orang luar negeri mau datang kalau tempatnya saja tidak pasti. Saya sudah bicara ke Menteri soal potensi pariwisata ini. Salah satu solusinya adalah dengan mengumpulkan para pelaku pariwisata seperti, pengusaha travel. Karena menurut saya, travel punya ide kreatif untuk mendatangkan wisatawan,” ujarnya.
Menurutnya, ide kreatif untuk memajukan pariwisata di suatu daerah itu sangat penting. Karena, untuk mendatangkan wisatawan asing memang dibutuhkan iven yang sifatnya internasional. Misalnya, iven maraton mengelilingi Danau Toba.
“Artinya harus ada iven yang bertaraf internasional. Kalau tidak ada iven internasional, bagaimana pemerintah mau memberikan anggaran besar. Bayangkan saja, saat ini anggaran untuk pemasaran 10 destinasi wisata di Indonesia sekitar Rp3 triliun. Tapi, kalau tidak ada iven yang bagus yang mau dipromosiin sama saja,” pungkasnya.
GM Sakka Hotel Abbas Yunus, yang mewakili pihak industri mengakui, potensi wisata di Sumut ini memang sangat besar.
Tapi sangat disayangkan, nasibnya kian memprihatinkan karena infrastruktur yang terabaikan pemerintah.
“Jangankan jalan menuju ke tempat wisata, di Kota Medan saja, jalan mau kemana-mana sangat jelek. Misalnya saja, jalan ke rumah saya di Krakatau, rusak sepanjang jalan. Kalau ditanya, itu bukan tanggung jawab pemko, tapi pusat. MEA sudah di depan mata, kalau tidak berbenah, ya kita tidak akan bisa bersaing dengan negara Asean,” ujarnya.
Sementara Sugiatmo MA, dari media mengungkapkan peran media dalam membangun pariwisata sangatlah penting. Seperti halnya negara-negara tetangga Malaysia, Singapura, dan Thailand kerap melibatkan media untuk mempromosikan wisata di negaranya.
Namun, di Indonesia sendiri media kurang mendapat porsi dalam bekerjasama untuk membangun pariwisata. Menurutnya, wisata di Sumut sulit berkembang karena kultur masyarakatnya sendiri tidak mendukung kemajuan pariwisata itu.(anc/aag)
Contohnya Danau Toba kini ditinggal pengunjungnya, akibat masyarakat lokal dan pemerintah daerah tidak menyadari pentingnya pariwisata sebagai pendorong perekonomian. (anc/aag)