Kasus Baju Batik Pemprov Mandek
PEKANBARU (HR)-Satu lagi, kasus dugaan korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi Riau, mandek di tengah jalan. Yakni, kasus dugaan korupsi pengadaan baju batik bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Padahal dalam kasus yang ditangani lebih dari setahun ini, penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau telah menetapkan tiga orang tersangka yang belum dilakukan penahanan. Ketiganya, yakni Abdi Haro, Garang Dibelani dan Rudi Simbolon.
Saat ditanya hal ini, lagi-lagi Kejati Riau berkilah kalau Korps Adhyaksa tersebut masih menunggu hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau, terkait penghitungan kerugian negara yang ditimbulkan dalam dugaan penyimpangan ini.
"Masih menunggu hasil audit dari BPKP. Audit itu penting untuk mengetahui apakah dalam perkara tersebut ada kerugian negara atau tidak," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Mukhzan, saat ditanyai perkembangan penyidikan kasus ini. Jawaban ini, tidak jauh berbeda dengan yang diterima Haluan Riau pada medio Agustus 2015 lalu.
Begitu juga, saat ditanya kapan ketiga tersangka dilakukan penahanan, kembali Mukhzan menjawab normatif. Menurutnya, kewenangan melakukan penahanan ada di tangan penyidik. "Namun, sejauh ini para tersangka masih kooperatif. Kalau dilakukan penahanan, sementara proses penyidikannya masih berjalan, bisa-bisa para tersangka bisa bebas demi hukum," pungkasnya.
Seperti diketahui, kasus ini telah melalui tahap penyelidikan dan ditingkatkan ke penyidikan. Kejati Riau juga telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Abdi Haro selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Garang Dibelani selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan Rudi Simbolon selaku Direktur CV Karya Persada yang merupakan rekanan pengadaan baju batik.
Kasus bermula dari laporan tentang penyimpangan dana sebesar Rp4,35 miliar dari APBD Perubahan Provinsi Riau Tahun Anggaran 2012 untuk kegiatan pengadaan baju batik di Biro Perlengkapan Setdaprov Riau.
Pada kegiatan tersebut ditemukan tidak adanya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan tidak ditentukannya spek dan jumlah baju batik tersebut. Baju batik itu hanya terealisasi sebanyak 7 ribu pasang atau sekitar 70 persen.
Akibatnya, negara dalam hal ini Pemprov Riau diduga mengalami kerugian keuangan negara. Ketiganya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3, jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. ***