BI:Tak Pengaruhi Perekonomian
PEKANBARU (HR)-Keputusan Bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed), akhirnya menaikkan tingkat suku bunga acuan menjadi 0,50 persen dari sebelumnya 0,25 persen. Secara garis besa tidak memberikan dampak besar bagi perekonomian Riau maupun Indonesia.
Demikian diungkapkan oleh Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Riau Ahmad Subarkah, Jumat (18/12) di kantornya. Dikatakannya, kenaikkan suku bunga acuan tersebut baru pertama kali dan langka. Dimana kenaikkan Fed Fund Rate (FFR) ini menandakan mulai pulihnya perekonomian Amerika Serikat dari krisis finansial beberapa tahun sebelumnya.
"Kondisi ekonomi Amerika tidak sesuai harapan pasar global, masih banyak bolongnya, kalau mereka paksa naikkan suku bunga lagi nanti malah akan berbalik menghambat ekonomi di sana," ujar Subarkah.
Dikatakannya, saat ini ekonomi negeri Paman Sam tersebut masih belum membaik sehingga bila suku bunga naik terlalu tinggi tentu akan berpengaruh pada daya beli masyarakatnya.
Resiko kedua yang dapat terjadi bila Amerika tetap menaikkan suku bunga yaitu adanya aksi balasan dari Negeri Panda atau China dengan melakukan devaluasi mata uangnya Yuan. Langkah ini menurut dia karena Cina selalu ingin perdagangan internasionalnya berada pada posisi surplus.
"Lagipula dari beberapa pendapat ekonom, The Fed tidak akan seagresif itu dan akan tetap perhatikan ekonomi di Amerika," katanya.
Adapun Bank Indonesia belum akan menaikkan suju bunga acuan atau BI rate dalam waktu dekat, mengingat proyeksi ekonomi nasional masih stabil. Sementara untuk sektor perdagangan, kenaikan suku bunga ini juga tidak akan memberikan pengaruh besar. Paling hanya berpengaruh pada sektor perdagangan yang menggunakan vallas, atau bagi mereka yang meminjam uang dalam bentuk vallas.
"Setiap pernyataannya selalu ada The Fed-nya. Padahal sebetulnya pengusaha sudah mengantisipasi kondisi ini. Antisipasi karena rupiah sudah naik (melemah) duluan sebelum suku bunga dinaikkan. Indeks juga begitu. Sehingga tidak terjadi penurunan yang tajam," katanya.
"Kekhawatiran uang akan lari ke AS, mau ditaruh ke mana kalau return di AS itu 0 persen. Larinya ke emerging market kuat seperti Afrika. Kalau di Indonesia bagus, ya uang balik lagi. Buktinya, rupiah justru menguat hari ini," jelasnya.
Begitupula halnya, The Fed akan secara berkala menaikkan suku bunganya. Sementara di Indonesia sendiri suku bunga dianggap masih bisa turun.
"Tugas BI sebetulnya antisipasi kondisi ekonomi, bukan follow the market. Harusnya counter cyclical the market," katanya.
BI sedang menggelar Rapat Dewan Gubernur di Kompleks BI. Jadi masih melakukan pengkajian dan penghitungan berapa yang bisa dipastikan apakah BI Rate akan diubah atau tetap.
Hal senada juga disampaikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan yang menyatakan tingkat Bunga Penjaminan untuk periode 8 Oktober 2015 sampai dengan 14 Januari 2016 tidak mengalami perubahan atau tetap.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Samsu Adi Nugroho mengatakan lembaga telah melakukan evaluasi tingkat bunga penjaminan untuk simpanan dalam rupiah dan valuta asing (valas) di bank umum serta untuk simpanan dalam rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Menurutnya tingkat bunga penjaminan di bank umum untuk simpanan rupiah sebesar 7,5 persen, sedangkan untuk valuta asing sebesar 1,25 persen. Sementara itu, tingkat bunga penjaminan untuk BPR dalam bentuk simpanan rupiah sebesar 10 persen. Tingkat bunga penjaminan tersebut dipandang masih sejalan dengan perkembangan perekonomian dan perbankan terkini.
"Dengan belanja anggaran pemerintah yang mulai meningkat di akhir kuartal 3, membuat laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di bulan September 2015 sedikit tertahan dibanding bulan sebelumnya tetapi masih berada di atas pertumbuhan kredit," kata Samsu.***