Kejutan, Setya Novanto Mundur
JAKARTA (HR)-Politisi Partai Golkar, Setya Novanto, memang penuh kejutan. Secara mendadak, ia secara resmi mengajukan pengunduran dirinya sebagai Ketua DPR RI, Rabu (16/12) malam. Keputusan itu diambil bersamaan dengan detik-detik terakhir sidang Mahkamah Kehormatan Dewan DPR, terkait putusan terhadap dirinya dalam kasus dugaan 'papa minta saham', yang tengah menjeratnya.
Drama mengejutkan seputar diri Setya Novanto, tidak hanya pada pengunduran diri saja. Dalam putusannya, 10 dari anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sepakat menjatuhkan sanksi sedang terhadap Novanto. Sedangkan tujuh lainnya, memberikan sanksi berat. Menariknya, sanksi berat itu justru diberikan dijatuhkan sejumlah anggota MKD, yang sebelumnya disebut-sebut akan memberikan dukungan kepada Novanto, khususnya anggota MKD dari Fraksi Golkar.
Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019. Pengunduran diri itu menyusul penanganan kasus dugaan pelanggaran kode etik Novanto yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD. Dalam surat yang dilayangkan ke MKD, Novanto menyatakan,
Kejutan
keputusan mundur ini dibuat lantaran dirinya ingin menjaga harkat dan martabat Dewan.
Selain itu, ia ingin agar masyarakat tidak gaduh atas kasus yang sedang menimpanya.
Surat pengunduran diri Novanto diberikan melalui Wakil Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad. Dikatakan Dasco, surat tersebut diberikan pada pukul 19.45 WIB di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen. Saat itu, Novanto tak ditemani pimpinan DPR lainnya.
"Tadi dia bilang, saya titip surat pengunduran diri saya. Saya dengan besar hati mengundurkan diri untuk kepentingan yang lebih besar. Kepentingan bangsa dan negara," ujar Dasco menirukan ucapan Novanto, di depan ruang sidang MKD, Rabu kemarin.
Dasco mengaku tak memperhatikan ekspresi Novanto. Yang dia lihat hanyalah surat pengunduran diri yang diberikan. Saat itu, Dasco langsung menuju ke Nusantara III sesaat setelah dihubungi stafnya bahwa ada hal penting berkaitan dengan sidang. "Dan sudah diinfokan sedikit berkenaan sengan pengunduran diri. Sehingga saya meluncur saja," ujar politisi Partai Gerindra tersebut.
Sanksi Beragam
Terkait keputusan Novanto itu, MKD pun memutuskan Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR.
"Terhitung sejak Rabu 16 Desember 2015, saudara Setya Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019," jelas Ketua MKD, Surahman Hidayat.
Menurut Surahman, sebelum keputusan itu diambil, MKD sudah menerima surat pengunduran diri dari Novanto dalam surat bermaterai. "Setelah menerima surat, kita sepakat rapat tertutup untuk menentukan keputusan rapat MKD. Sidang MKD atas pengaduan Saudara Sudirman Said terhadap Saudara Setya Novanto atas dugaan pelanggaran kode etik dinyatakan ditutup dengan menerima surat pengunduran diri saudara Setya Novanto sebagai ketua DPR RI periode 2014-2019," ujarnya.
Sementara itu, terkait keputusan anggota MKD, semua sepakat menyatakan bahwa Novanto bersalah dalam kasus pelanggaran kode etik. Namun sanksinya bervariasi antara sedang dan berat. Sanksi sedang adalah pencopotan dari posisi Ketua DPR. Sementara itu, sanksi berat merupakan pemberhentian dari anggota DPR, namun harus terlebih dahulu membentuk panel.
Hanya saja, nasib putusan anggota NasDem dan PKB masih menggantung. Pasalnya, surat penggantian anggota dari dua fraksi itu belum diteken. Menariknya, dari tujuh yang memberikan sanksi berat, tiga di antaranya adalah dari Fraksi Partai Golkar, yang sebelumnya sempat disebut-sebut akan membantu Novanto. Ketiganya adalah Kahar Muzakir, Adies Kadir dan Ridwan Bae. Empat lainnya datang dari Dimyati Natakusumah (PPP), Prakosa (PDIP) serta Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman (Gerindra).
Sedangkan 10 orang lainnya menjatuhkan sanksi sedang. Mereka adalah Darizal Basir dan Guntur Sasono (PD), Maman Imanulhaq (PKB), Viktor Laiskodat (NasDem), Risa Mariska dan Junimart Girsang (PDIP), Sukiman dan A Bakrie (PAN), Sarifuddin Sudding (Hanura) dan Surahman Hidayat (PKS).
Terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut permasalahan politik Setya Novanto selesai setelah mundur sebagai Ketua DPR RI. Tetapi soal masalah hukum lain cerita.
"Ya urusannya masalah politik kan selesai, bahwa kalau ada masalah hukum soal lain. Bahwa masalah politik selesai sudah," ujarnya.
JK menyebut belum ada komunikasi lagi antara dirinya dengan Novanto termasuk soal pengunduran diri Novanto. Dirinya mengetahui mundurnya Novanti dari kursi ketua DPR dari pemberitaan media.
Sebenarnya JK berharap Novanto mengundurkan diri dari kursi Ketua DPR sejak pekan lalu. Bagi JK cepat atau lambat Novanto pasti melepas jabatan Ketua DPR. "Pertama itu menurut saya cara yang baik, tapi sedikit telat. Harusnya mundurnya minggu lalu, tapi okelah, baguslah," ujar JK.
Setelah Novanto mundur, bagi JK setengah persoalan sudah selesai. "Ya sudah setengah masalah selesai. Karena bagaimanapun timbul masalah lain," ujarnya lagi.
Kontroversi
Sekilas biodata Setya Novanto. Ia dilahirkan di Bandung, 12 November 1954. Politikus asal Jawa Barat yang diusung oleh Partai Golkar ini menjabat Ketua DPR RI periode 2014-2019 dan telah menjadi anggota DPR RI sejak 1999 hingga masa jabatan 2019 (tanpa putus) sebagai perwakilan Golkar dari dapil Nusa Tenggara Timur Dua, yang meliputi wilayah Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Sumba. Ia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2009-2014.
Setya memulai kiprahnya di bidang politik sebagai kader Kosgoro di tahun 1974. Ia menjalin kedekatan erat dengan Hayono Isman yang telah dikenalnya ketika sama-sama menjadi siswa SMA IX Jakarta.
Setya Novanto terpilih dalam pencalonan Ketua DPR RI Periode 2014-2019 dari Partai Golkar.
Sosok Setya juga cukup kontroversi. Ia pada tahun 2001, menjadi salah satu saksi persidangan kasus hak piutang (cessie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Nama Setya Novanto pernah disebut oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebagai salah satu pengendali proyek dalam kasus e-KTP. Setya ikut disebut-sebut dalam kasus pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) untuk tahun anggaran 2011-2012, salah satu proyek Kementerian Dalam Negeri.
Setya juga pernah diperiksa terkait perkara suap pembangunan lanjutan sarana PON XVIII di Riau. Ruang kerja Setya Novanto juga digeledah penyidik KPK pada 19 Maret 2013 lalu. Tersangka dalam kasus itu adalah mantan Gubernur Riau Rusli Zainal. (bbs, kom, dtc, ral, sis)