Ekspor Sumbar November Turun 19,58 Persen
Padang (HR)-Badan Pusat Statistik Sumatera Barat mencatat ekspor daerah itu pada November 2015 turun 19,58 persen dibandingkan Oktober dengan nilai total mencapai 126,9 juta dolar Amerika Serikat.
"Pada Oktober 2015 ekspor Sumbar mencapai 157,8 juta dolar AS, November turun menjadi 126,9 juta dolar AS yang semuanya berasal dari komoditas nonmigas," kata Kepala Badan Pusat Statistik Sumatera Barat (BPS Sumbar) Yomin Tofri di Padang, Rabu (17/12).
Menurut dia, penurunan ekspor nonmigas November 2015 terjadi pada beberapa negara yaitu Tiongkok 84,41 persen, namun secara nilai penurunan tertinggi terjadi ke Singapura yang berkurang dari 29,4 juta dolar AS menjadi 13,5 juta dolar AS.
Negara lain yang mengalami penurunan ekspor adalah Belanda dan Selandia Baru. Sementara, ekspor ke beberapa tujuan negara lain meningkat diantaranya India naik 26,82 persen, Amerika Serikat 11,94 persen, Srilanka 356,68 persen dan Inggris 331,29 persen, ujar dia.
Yomin mengatakan, golongan barang ekspor paling besar pada November adalah golongan lemak dan minyak hewan dan nabati sebesar 93,2 juta dolar AS, golongan karet dan barang dari karet 25,9 juta dolar AS, golongan kopi, teh, rempah-rempah 2,2 juta dolar AS.
Ia menyebutkan, ekspor ke India memberikan peran sebesar 37,98 persen terhadap total ekspor Sumbar November 2015, Amerika Serikat 18,74 persen, Singapura 10 persen, Tiongkok 2,61 persen dan Belanda 2,53 persen.
Sementara, ekspor produk industri turun sebesar 16,40 persen dan ekspor pertanian turun cukup signifikan sebesar 84,14 persen, lanjut dia.
"Kontribusi sektor industri terhadap total ekspor Sumbar sebesar 97,22 persen, dan kontribusi sektor pertanian sebesar 2,11 persen," ujarnya.
Ia menambahkan, ekspor pada November 2015 semuanya melalui pelabuhan muat Teluk Bayur yang turun 19,58 persen jika dibandingkan bulan sebelumnya.
Sementara, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumbar Puji Atmoko, mengatakan, komoditas ekspor daerah itu masih didominasi oleh crude palm oil (CPO) atau minyak sawit serta karet dalam lima tahun terakhir.
"Hasil industri pengolahan di sektor perkebunan masih menjadi komoditas ekspor utama di CPO berkontribusi sebesar 71 persen dan karet 16 persen," kata dia.
Namun ia menilai negara-negara tujuan ekspor sedang mengalami perlambatan ekonomi sehingga mempengaruhi ekspor dan salah satu cara menyiasati adalah melalui industri pengolahan, agar produk yang dijual memiliki nilai tambah.
Ke depan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan nilai tambah CPO melalui industri pengolahan jika peningkatan produksi tidak dimungkinkan lagi, kata dia. (ant/ivi)