Polda Riau Diminta Ambil Alih Kasus
PEKANBARU (HR)-Kepolisian Daerah Riau diminta untuk mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial E-Learning tahun 2014, di 48 sekolah dasar di Kabupaten Siak, yang ditangani Polres Siak.
Penyidik Unit Tipikor pada Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Siak dinilai tidak prosedural dalam penanganan perkara. Sejumlah pihak yang diduga terlibat masih bebas berkeliaran dan hanya berstatus saksi.
"Ada dugaan tindak perilaku yang tidak prosedural dalam hal penanganan kasus," ungkap Razman Arif Nasution yang didampingi Femmy, Wan Subiantriarti, dan Windrayanto, usai menemui Kapolda Riau Brigjen Pol Dolly Bambang Hermawan di Mapolda Riau, Senin (7/12).
Menurut mantan Pengacara Komjen Budi Gunawan tersebut, dalam penanganan kasus, salah satu pasal yang dijeratkan terhadap kliennya, H Sofyan yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu pasal turut serta.
"Namun yang terjadi, pelaku utama dalam hal ini inisitor eksekutor, yaitu inisial I dan 48 Kepala Sekolah tetap menjadi saksi. Ini kan aneh," tanya heran.
Oleh karena itu, dirinya berharap agar Polda Riau untuk mengambil alih kasus ini. "Polda Riau melalui Propam juga bisa memanggil Kapolres Siak," pungkasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo, mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan jika suatu penanganan perkara yang sebelumnya ditangani Polres, bisa diambil alih oleh Polda Riau.
Hal tersebut dilihat dari tingkat kordinasi dengan ahli dan berat atau tidaknya penanganan perkara. "Semua dilihat dari atas prosedur kemampuan. Karena, kemampuan penyidikan lebih di atas dibandingkan yang di bawahnya. Kalau Polres tidak mampu, diambil Polda. Jika Polda tidak mampu, tentu diambil Mabes Polri," terang Guntur kepada Haluan Riau di ruang kerjanya.
Kendati begitu, lanjut Guntur, hal tersebut diketahui dari gelar perkara, gelar kasus, dan gelar penyidikan yang dilakukan. "Disana nanti akan diketahui sejauh mana proses penyidikannya. Namun untuk diketahui, penanganan kasus korupsi itu berbeda dengan penanganan kasus kejahatan konvensional.
Butuh penanganan yang khusus, termasuk dalam mengumpulkan alat-alat bukti," lanjut Guntur.
Sementara, terkait adanya dugaan Penyidik Sat Reskrim Polres Siak yang dinilai tebang pilih dalam penetapan tersangka dalam kasus ini, mantan Kapolres Pelalawan tersebut menyarankan agar disampaikan ke Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Riau.
"Lapor saja (ke Bid Propam Polda Riau). Tempuh saja jalur hukum. Sangat terbantu sekali kalau polisi diberi info yang disertai bukti-bukti," tandas Guntur.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, dana Bansos E-Learning dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) sebesar Rp2,2 miliar itu disalurkan langsung ke rekening 48 sekolah, untuk keperluan pembelian alat-alat elektronik. Sebelumnya, pihak sekolah terlebih dahulu mengikuti sosialisasi di Sumatera Barat (Sumbar).
Saat mengikuti sosialisasi di Sumbar tersebut, pihak sekolah juga telah diingatkan oleh Kementerian, agar proses realisasi pengadaan barang E-Learning itu, nantinya tidak melalui pihak ketiga, karena Bansos itu sifatnya swakelola. Namun, ternyata pihak sekolah melanggar apa yang telah disampaikan oleh Kementerian.
Sementara, dalam perjalanan kasusnya, Polres Siak baru menetapkan seorang tersangka dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), yakni H Sofyan, mantan Kepala Bidang (Kabid) Sekolah Dasar (SD) Siak.
Seseorang berinisial I yang disebut-sebut Rizman sebagai salahseorang yang turut bertanggungjawab adalah pengusaha asal Perawang yang dilibatkan pihak sekolah dalam melakukan pembelanjaan barang berupa laptop.
Terlepas soal itu, perkara Tipikor tersebut terungkap setelah ada laporan yang masuk kepada pihak penyidik polisi tentang barang barang yang dibeli oleh setiap sekolah tidak sesuai dengan spesifikasi. Diduga ada indikasi mark-up atau pengelembungan harga dalam setiap belanja barang yang berbentuk laptop atau notebook tersebut.***