Riau Menuju Pusat Kawasan Industri Hilir
Pekanbaru (HR)-Potensi perkebunan kelapa sawit di Riau merupakan yang terbesar di Indonesia. Karena itu, sudah semestinya Riau mewujudkan diri menjadi Pusat Kawasan Industri Hilir.
Pemprov Riau sangat menyadari potensi besar sektor perkebunan kelapa sawit. Sektor ini sudah terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meski demikian, ada potensi besar yang masih tertidur dari sektor ini dan sedang diupayakan 'dibangunkan'.
Adalah upaya memaksimalkan nilai ekonomi kelapa sawit dari industri hilir. Pemprov Riau sangat serius pembangunan klaster industri hilir sawit. Terlebih gagasan ini mendapat respon positif dan dukungan pemerintah pusat.
Plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, mengatakan, upaya hilirisasi dilakukan korporasi, ternyata secara tidak langsung turut mendukung agenda pemerintah dalam percepatan dan perluasan ekonomi nasional. Hal ini didasari bahwa Riau mulaindikenal sebagai penghasil Crude Palm Oil (CPO) dalam bentuk bahan mentah.
Atas motivasi tersebut, maka pemerintah pun mencanangkan program hilirisasi peningkatan ekonomi dengan perintisan pembangunan klaster industri sawit mulai diproses di Provinsi Riau di Kuala Enok, Kabupaten Indragiri Hilir dan Pelintung, Kota Dumai. Program ini sesuai dengan program pemerintah tentang Industri Hilir Berbasis Pertanian dan Oleochemical.
"Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai bagian dari arah pengembangan klaster berbasis sawit. Kebijakan hilirisasi tersebut juga akan diperkuat oleh Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan Ekonomi di Riau," ujar Plt Gubri.
Berpijak dari inilah, Provinsi Riau terus melakukan upaya yang sama menciptakan MP3EI untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8-9 persen per tahun. Tujuannya jelas, yakni mengarahkan pembangunan Indonesia yang dapat menghasilkan produk-produk yang bernilai tambah, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan didukung infrastruktur yang baik, interkonektivitas antar pusat pertumbuhan, dan teknologi yang tinggi.
Pencanangan Riau sebagai klaster industri hilir kelapa sawit, sudah dilakukan beberap tahun yang lalu, dan Riau pun mulai membangun infrastruktur untuk menunjang industri hilir.
Riau akan memprioritas infrastruktur hingga sumber daya manusia. Apalagi pengembangan klaster sawit sebagai rencana aksi revitalisasi industri dan rencana pembangunan jangka menengah, pemerintah Indonesia terus memfokuskan pada tiga strategi pembangunan, yakni sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan potensi kelapa sawit di Riau mencapai 2,6 juta hektar, maka jumlah produksi yang didapat sekitar 6 juta ton per tahun, sehingga memberikan kontribusi sekitar 28,2 persen dari total ekspor CPO di Indonesia.
"Untuk itu, revitalisasi di bidang industri dengan melakukan klaster-klaster ekonomi diharapkan menghasilkan nilai tambah yang membawa multi player effect positif bagi pertumbuhan ekonomi," ungkap Plt Gubri.
Pesatnya perkembangan pembangunan Riau di berbagai bidang sejak beberapa tahun terakhir membuat Pemprov Riau, berkeinginan kuat untuk mewujudkan Riau menjadi pusat perekonomian melalui pencapaian visi Riau 2020.
Implementasi perwujudan visi Riau 2020 sebagai perekonomian dan kebudayaan Melayu yang agamis harus dilakukan secara terencana dan konsisten. "Bagaimana mewujudkan visi Riau 2020 secara terencana, konsisten dan terintegrasi. Sehingga apa yang menjadi harapan kita, seperti Riau menjadi pusat perekonomian, pusat kebudayaan Melayu namun betul-betul diwujudkan," jelas Plt Gubri.
Untuk itu perlu pembangunan pabrik yang tentunya diharapkan terciptanya lapangan kerja yang cukup banyak. Bahkan pabrik ini juga harus mampu menciptakan nilai tambah yang cukup signifikan terhadap CPO. Selain itu, dampak multiplier effect dari pengoperasian pabrik ini juga tidak dapat diabaikan.
"Selain meningkatkan produksi dan hasil industri hilir, pengembangan riset dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia senantiasa diperhatikan agar kreativitas, inovasi dan efisiensi terus berkembang," tambahnya.
Apalagi pengelolaan sumber daya alam dan industri yang berwawasan lingkungan, tambahnya, juga menjadi suatu keharusan. Karena itu, teknologi yang digunakan harus sudah mengadopsi azas kelestarian lingkungan. Dengan demikian, disamping kelestarian produksi, kemaslahatan bumi, laut dan udara pun menjadi terjaga.
Langkah-langkah strategis yang lainnya dinilai bisa mendukung progres dan mendapat suport pemerintah pusat, perlu dijalankan. Langkah strategis tersebut antara lain melakukan pengkajian, pembentukan badan pengelolaan, land clearing, pengembangan infrastruktur dan pengelolaan secara berkelanjutan dengan melibatkan seluruh stakeholder.***